Raih Keperawanan Anak Tetangga

Raih Keperawanan Anak Tetangga


Raih Keperawanan Anak TetanggaSehari dari pagi sampai sore aku menonton film porn dan memang gejolak yang ada pada diriku sudah tidak bisa dibendung lagi, senjatakuyang di didalam celana ingin memasuki sebuah gua yang basah, karena istri saya sedang pulang kampung selama 3 hari, aku menenangkan hasratku dengan mandi, tapi apa penisku selalu berdiri dan aku selalu menghayal berimajinasi karena nonton film porn tersebut.
Saya bangkit dari ranjang lalu menuju ruang tengah, mngambil segelas air es lalu menghidupkan VCD. Lumayan, tegangan agak mereda. Tetapi ketika ada video klip musik barat agak seronok, penis saya kembali berdenyut-denyut. Nah, belingsatan sendiri jadinya.

Sempat terpikir untuk jajan saja, tapi cepat saya urungkan. Takut kena penyakit kelamin. Salah-salah bisa ketularan HIV yang belum ada obatnya sampai sekarang. Saya ingat-ingat lagi kapan terakhir kali saya menyetubuhi istri saya. Ya, tiga hari lalu.

Pantas kini adik kecil saya uring-uringan tak karuan. Soalnya dua hari sekali harus nancap. “Sekarang minta jatah..”. Sambil terus berusaha menenangkan diri, saya duduk-duduk di teras depan membaca koran pagi yang belum tersentuh.

Tiba-tiba pintu pagar berbunyi. Refleks saya mengalihkan pandangan ke arah suara. Andin anak tetangga membuka pagar.

“Selamat sore Om. Tante ada?”

“Sore.. Ooo tante pulang kampung sampai lusa. Ada apa Din?”

“Wah gimana ya..”

“Sini masuk. Duduk dulu, baru ngomong ada keperluan apa”, kata saya ramah.

Gadis berusia sekitar 17 tahun itu menurut. Dia duduk di kursi kosong sebelah saya.

“Nah, ada perlu apa sama tante? Mungkin om bisa bantu”, tuturku sambil menelusuri badan gadis yang mulai mekar itu.

“Anu om, tante janji mau minjemi majalah terbaru.”

“Majalah apa sih?”, tanya saya.

Mata saya tak lepas dari dadanya yang tampak mulai menonjol.

“Apa aja, pokoknya yang terbaru”.

“Ya udah masuk aja, pilih sendiri”.

Saya letakkan koran dan masuk ke dalam. Dia agak ragu-ragu mengikuti. Di ruang tengah saya berhenti.

“Cari sendiri tuh di rak bawah TV itu”, kata saya, kemudian membanting pantat di sofa.

Andin segera jongkok di depan televisi membongkar-bongkar tumpukan majalah di situ. Pikiran saya mulai usil. Saya lihati dengan leluasa tubuhnya dari belakang. Bentuknya sangat bagus untuk ABG seusianya. Pinggulnya padat berisi, bra-nya membayang di baju kaosnya, kulitnya putih bersih. Ah betapa asyiknya kalau saja bisa menikmati tubuh yang mulai berkembang itu.

“Nggak ada om. Ini lama semua”, katanya menyentak lamunan nakalku.

“Nggg.. mungkin ada di kamar tante. Cari aja di sana”

Selama ini saya tak begitu memperhatikan anak itu meski sering main ke rumah saya. Tetapi sekarang, ketika penis uring-uringan tiba-tiba baru saya sadari anak tetangga itu ibarat buah mangga yang telah mulai mengkal. Mata saya mengikuti Andin yang tanpa sungkan-sungkan masuk kekamar tidur. Setan berbisik di telinga saya, “inilah kesempatan bagi penismu agar berhenti berdenyut-denyut. Tapi dia masih kecil dan anak tetangga saya sendiri? Persetan dengan itu semua, yang penting birahimu terlampiaskan”.

Akhirnya saya bangkit menyusul Andin. Di dalam kamar saya lihat anak itu berjongkok membongkar majalah di sudut. Pintu saya tutup dan saya putar kunci pelan-pelan.

“Udah ketemu Din?” tanya saya.

“Belum om”, jawabnya tanpa menoleh.

“Mau lihat CD bagus nggak?”

“CD apa om?”

“Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini.”

Gadis itu tanpa curiga segera berdiri dan duduk pinggir ranjang. Saya memasukkan CD ke VCD dan menghidupkan televisi kamar.

“Film apa sih om?”

“Lihat aja. Pokoknya bagus”, kata saya sambil duduk di sampingnya.

Dia tetap tenang tanpa menaruh curiga.

“Ihh..”, jeritnya begitu melihat intro berisi potongan-potongan adegan orang bersetubuh.

“Bagus kan?”

“Ini kan film porno om?!”

“Iya. Kamu suka kan?”

Dia terus ber-ih.. ih ketika adegan syur berlangsung, tetapi tak berusaha memalingkan pandangannya. Memasuki adegan kedua saya tak tahan lagi. Saya memeluk gadis itu dari belakang.

“Kamu pengen begituan nggak?”, bisikku di telinganya.

“Jangan om”, katanya tapi tak berusaha mengurai tanganku yang melingkari lehernya.

Saya cium lembut tengkuknya. Dia menggelinjang.

“Mau nggak gituan sama om? Kamu belum pernah kan? Enak lho..”

“Tapi.. tapi.. ah jangan om.”

Dia menggeliat berusaha lepas dari tangan saya. Namun saya tak peduli, tangan saya segera meremas dadanya. Dia melenguh dan hendak memberontak.

“Tenang.. tenang.. Nggak sakit kok. om sudah pengalaman..”

Tangan kanan saya menyibak roknya dan menelusupi pangkal pahanya. Saat jari-jari saya mulai bermain di sekitar vaginanya, dia mengerang. Tampak birahinya sudah terangsang. Pelan-pelan badannya saya rebahkan di ranjang tetapi kakinya tetap menjuntai. Mulut saya tak sabar lagi segera mencercah pangkal pahanya yang masih dibalut celana warna hitam.

“Ohh.. ahh.. jangan om”, erangnya sambil berusaha merapatkan kedua kakinya.

Tetapi saya tidak peduli. Malah celana dalamnya kemudian saya turunkan dan saya lepas. Saya terpana melihat pemandangan itu. Pangkal kenikmatan itu begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya, klitorisnya juga mungil.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, bibir saya segera menyerbu vaginanya. Saya hisap-hisap dan lidah saya mengaduk-aduk liangnya yang sempit. Wah masih perawan dia. Andin terus menggelinjang sambil melenguh dan mengerang keenakan. Bahkan kemudian kakinya menjepit kepala saya, seolah-olah meminta dikerjai lebih dalam dan lebih keras lagi.

Oke Non. Maka lidah saya pun makin dalam menggerayangi dinding vaginanya yang mulai basah. Lima menit lebih barang kenikmatan milik gadis itu saya hajar dengan mulut saya. Saya hitung paling tidak dia sudah dua kali orgasme. Lalu saya merangkak naik.

Kaosnya saya lepas pelan-pelan. Menyusul kemudian BH hitamnya yang berukuran 34. Setelah saya remas-remas buah dadanya yang masih keras itu beberapa saat, ganti mulut saya bekerja. Menjilat, memilin, dan mencium putingnya yang kecil.

“Aaahh..” keluh gadis itu.

Tangannya meremas-remas rambut saya menahan kenikmatan tiada tara yang mungkin baru sekarang dia rasakan.

“Enak kan beginian?” tanya saya sambil menatap wajahnya.

“Iii.. iya om. Tapi…”

“Kamu pengen lebih enak lagi?”

Tanpa menunggu jawabannya saya segera mengatur posisi badannya. Kedua kakinya saya angkat ke ranjang. Kini dia tampak telentang pasrah. Penis saya pun sudah tak sabar lagi mendarat di sasaran. Namun saya harus hati-hati.

Dia masih perawan sehingga harus sabar agar tidak kesakitan. Mulut saya kembali bermain-main di vaginanya. Setelah kebasahannya saya anggap cukup, penis yang telah tegak saya tempelkan ke bibir vaginanya. Beberapa saat saya gesek-gesekkan sampai Andin makin terangsang.

Kemudian saya coba masukkan perlahan-lahan ke celah yang masih sempit itu. Sedikit demi sedikit saya maju-mundurkan sehingga makin melesak ke dalam. Butuh waktu lima menit lebih agar kepala penis saya masuk seluruhnya. Nah istirahat sebentar karena saya lihat dia tampak menahan nyeri.

“Kalau sakit bilang ya”, kata saya sambil mencium bibirnya sekilas.

Dia mengerang. Kurang sedikit lagi saya akan menjebol perawannya. Genjotan saya tingkatkan meski tetap saya usahakan pelan dan lembut. Nah ada kemajuan, leher penis saya mulai masuk.

“Auw... sakit om...” Andin menjerit tertahan.

Saya berhenti sejenak menunggu liang vaginanya terbiasa menerima penis saya yang berukuran sedang. Satu menit kemudian saya maju lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah saya maju. Sampai akhirnya..

“Ouuuh…”, dia menjerit lagi.

Saya merasa penis saya menembus sesuatu. Wah saya telah memerawani dia. Saya lihat ada sepercik darah membasahi sprei.

Saya meremas-remas payudaranya dan menciumi bibirnya untuk menenangkan. Setelah agak tenang saya mulai menggenjot lagi anak itu.

“Ahh.. ohh.. asshh…”, dia mengerang dan melenguh ketika saya mulai turun naik di atas tubuhnya.

Genjotan saya tingkatkan dan erangannya pun makin keras. Mendengar itu saya makin bernafsu menyetubuhi gadis itu. Berkali-kali dia orgasme. Tandanya adalah ketika kakinya dijepitkan ke pinggang saya dan mulutnya menggigit lengan atau pundak saya.

“Nggak sakit lagi kan? Sekarang terasa enak kan?”

“Ouuuh enak banget om…”

Sebenarnya saya ingin mempraktekkan berbagai posisi senggama. Tapi saya pikir untuk kali pertama tak perlu macam-macam dulu, yang penting dia mulai bisa menikmati. Lain kali kan itu masih bisa dilakukan.

Sekitar satu jam saya menggoyang tubuhnya habis-habisan sebelum sperma saya muncrat membasahi perut dan payudaranya. Betapa nikmatnya menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung saya ini.

“Gimana? Betul enak seperti kata om kan?” tanya saya sambil memeluk tubuhnya yang lunglai setelah sama-sama mencapai klimaks.

“Tapi takut om..”

“Nggak usah takut. Takut kenapa?”

“Takut hamil”

Saya ketawa “Kan sperma Om nyemprot di luar vaginamu. Nggak mungkin hamil dong”

Saya elus-elus rambutnya dan saya ciumi wajahnya. Saya tersenyum puas bisa meredakan adik kecil saya.

“Kalau pengen enak lagi bilang om ya. Nanti kita belajar berbagai gaya lewat CD”.

“Kalau ketahuan tante gimana?”

“Ya jangan sampai ketahuan dong”

Beberapa saat kemudian birahi saya bangkit lagi. Kali ini Andin saya genjot dalam posisi menungging. Dia sudah tak menjerit kesakitan lagi. Penis saya leluasa keluar masuk diiringi erangan, lenguhan, dan jeritannya. Betapa nikmatnya memerawani ABG sebelah rumah. Baca Cerita Dewasa Lainnya Disini...

Subscribe to receive free email updates: