Keperjakaanku Direnggut Tetangga |
Keperjakaanku Direnggut Tetangga - Tante Lia, suaminya perwira di satuan (edited) dan kami bertetangga. Kamar tidurku pas di sebelah dapur mereka (kami tinggal di komplek, di rumah dinas karena ayah saya itu pegawai sipil AD). Jadi hal yg biasa, bangunan tadinya terpisah di satu kompleks lama-lama dibangun dan tergabung. Dinding pemisah di depan kamarku itu pakai batu karawang dan ditutup dengan lembar seng. Di depan dapur Tante Lia itu mereka buat tempat cuci baju sebenarnya. Tapi si tante suka mandi di situ. Nah, aku sudah lepaskan ujung seng pemisah, jadi bisa mengintip. Buah dadanya besar. Pernah sekali kuintip terus, dia tahu dan cuma bilang, “Ayo kamu ngapain?” katanya.
Cerita Sex Terbaru | Hari Sabtu aku suka main ke rumahnya, anaknya masih kecil-kecil. Aku suka ke sana karena banyak majalah dan koran dari kantor si oom. Dan si oom lagi tugas belajar 1 tahun untuk naik pangkat ke Bandung. Di situ ada ibunya Tante Lia tinggal di situ juga, dia sudah janda; anaknya Tante Lia 2 orang, waktu itu umurnya 2 ? 3 tahunan. Ia menikah setamat SMA waktu itu.
Sekitar jam 09.00 malam aku masih asyik bongkar majalah-majalah tua dan si tante memanggil dari kamar.
“To, tolong dong Tante agak pegel, pijetin ya!” Biasa kami memang suka saling tolong, kadang ibu saya minta dikerokin sama Tante Lia atau Tante Lia minta dibuatkan kue, begitu deh tetangga yg baik.
Aku sih tdk curiga walaupun sering aku intip. Lagi pula anak-anaknya masih pada bangun nonton video di kamarnya. Biasa film kartun. Aku rada enggan karena masih asyik baca, sebenarnya. Pintu kamar tdk ditutup, si oma masih di dapur sedang beberes, jadi tdk ada suasana yg mendukung untuk ngeres-ngeres.
Aku masuk ke kamar masih sambil menenteng majalah, aku pikir sambil mijati (paling punggungnya, aku pikir) aku mau baca. Soalnya si Oma itu pelit, majalahnya tdk boleh dibawa pulang.
Waktu di kamar aku lihat Tante Lia pakai daster batik (itu lho yg murahan di Pasar Senen, 5 ribu ya satunya).
“To, ini leher Tante kok kencang dan badan rasanya pegel linu, mau flu kali ya,” katanya.
Kemudian dia duduk menghadap TV di kamar di ranjang besar (ukurannya king, kalau tdk salah) dan katanya,
“Pakai itu saja To, krim Viva.” Aku ambil dan duduk di belakangnya, karena dia di tengah aku jadinya duduk juga ke tengah ranjang dan Tante ada di antara kakiku, majalah aku buka di samping kanan, aku separuh hati mau pijat karena sedang baca artikel menarik. Bisa dibaygi ya suasananya, masih ribet, ada anak-anak, ada ibunya, suara TV kencang. Pokoknya aku sih tdk ada intensi apa-apa.
Tante Lia membuka daster resleting belakangnya, dan aku tuang lotion ke telapak dan mulai memijat lehernya, sambil baca majalah. Terasa lehernya memang hangat lebih dari normal. Aku pijat pelan-pelan dan si tante mendesah keenakan (aku memang pintar mijat kayaknya). Sudah agak lama si tante bilang,
“Tolong ke punggung bawah dong? dan sletingnya turuni lagi saja biar gampang.” Aku tarik sleting dan dasternya tersibak jauh ke kanan dan kiri.
Aku agak surprised karena tdk ada tali BH (mestinya waktu mijat leherku sudah tahu ya karena di atas bahu tdk ada tali, dasar tdk niat jadi tdk konsen).
Aku tuang lagi lotion dan kusaputkan di punggungnya,
“Uhh dingin,” kata Tante Lia sambil membungkuk ke depan lebih jauh.
Aku pijati bahunya dan dasternya agak merosot dan dari kaca meja hias di sebelah pojok kanan TV aku melihat bukit susunya mulai tersembul separuh lebih dan pikiranku tiba-tiba agak mendesir, mulai deh ngeres. Majalah sudah tdk aku lihat lagi, k0ntol terasa mulai keras dan aku sengaja memijatnya agak kugoyg-goyg bahunya dengan harapan dasternya merosot lagi. Eh, karena agak pas, tdk mau turun lagi. Wah bagaimana nih, aku agak maju duduknya tapi belum merapatkan barisan ke badan Tante Lia.
Aku lanjutkan memijat ke arah lengan atas dan sengaja kudorong dasternya lagi dan kali ini berhasil, debar jantungku tambah kencang dan mulutku mulai kering. Dasternya turun lagi dan pinggir pentil buah dadanya sudah kelihatan. Tapi waktu kudorong lagi malah tdk mau turun, aku kecewa dan si tante juga diam saja. Ya sudah aku nikmati seadanya di kaca itu.
Lalu aku pijat terus ke arah punggung dan aku ada ide, aku ulur tanganku memijat dengan keempat jariku mendekati meraba pangkal buah dadanya, lama aku memijat dan aku berusaha semakin ke depan keempat jariku (bisa dibaygi tdk). Ya, lumayan aku dapat juga tepi-tepi buah dadanya. Si tante diam saja sambil nonton TV, aku juga tdk berani melanjutkan macam-macam (takut ditampar pula).
Aku pijat makin turun ke pinggang dan dasternya susah menghalangi, jadi aku pijat dari luar (padahal kalau sekarang aku pasti berani ngomong,
“Tante ini dasternya dibuka saja ya..” dasar masih tolol waktu itu).
Dari pinggang aku terus ke pantatnya dan ketika itu k0ntolku sudah keras kencang. Tiba-tiba si tante bergeser, pegal barangkali duduk diam terus, dan agak mundur, aku tdk sempat menghindar dan pantatnya kena k0ntolku. Aku pakai celana pendek training dari kain kaos waktu itu. Dia kaget dan di kaca aku lihat dia agak mesem tapi masih diam. Aku juga terpana dan merasa salah. Tapi ya aku juga tdk geser menghindari, jadi aku biarkan saja. Terus si tante ambil selimut besar dan menutupi kakinya dan pahanya.
Kemudian dia menyender agak ke belakang dan bisiknya, “Pijetin paha Tante dong!” Nah aku mau tdk mau karena dari belakang jadinya mesti merapatkan badan. Aku ulurkan tangan ke depan ke paha atasnya, agak bingung dan ketika aku lihat di kaca dia senyum, sambil merem matanya, buah dadanya masih kelihatan sisi atasnya dan pungungnya terasa hangat di dadaku dan mukaku dekat lehernya yg jenjang. Aku tak sengaja bernafas di lehernya dan telinganya dan dia menggelinjang geli. Ya, aku juga jadi berani dan kuulurkan tangan ke depan memijat paha atas dari bawah selimut. Eh, si daster rupanya sudah disingkap ke atas dan aku terpegang paha Tante Lia tanpa daster lagi.
Lututku sudah lemas dan nafasku sudah tdk teratur mendesah di lehernya yg jenjang. Aku pijat pelan-pelan dan tiba-tiba aku merasa tangan Tante Lia menjamah ke belakang dan menyentuh k0ntolku. Aku seperti kena lisrik dan sempat agak menjerit, eh si tante bilang,
“Ssst.. diam. Apa sih ini keras bener?” tanyanya sambil nanar menatap aku di kaca.
Dan tangannya meraba makin ke tengah k0ntol dan tiba-tiba dia membuka kancing celana (kalian tahu kan celana kain kaos itu, kancing “cepret”-nya cuma dua dan aku memang tdk pakai celana dalam lagi). Dan Tante Lia menggenggam batang k0ntolku.
“To, raba terus pahaku di atasnya, aku juga masukkan tanganku, astaga! tdk ada celana dalamnya.” Dan aku teruskan jari-jariku (sudah jadi berani dan otakku sudah kacau tdk peduli ada anak-anak di lantai bawah di depan kami itu, dan suara si oma di dapur masih klontang klonteng orang berberes).
Lebih kaget lagi aku tdk menemukan rambut apa-apa di pangkal paha atas Tante Lia itu. Padahal waktu aku intip tempo hari seingatku lebat sekali tuh.
Kuraba-raba terus dan di kaca kelihatan Tante Lia mukanya seperti orang bingung keenakan (padahal aku belum masukkan ke lubangnya, masih bego aku, karena ini pengalaman pertamaku, eh aku waktu itu masih di SMP kelas 3). Tante Lia agak mengangkangkan pahanya dan aku terus mengusap-usap dan menangkupkan telapakku di bukit gundul itu, tdk tahu mesti apa (uih guoblook tenan kalau kata Basuki).
Hangatnya bukan main, sementara tangan si tante masih mengurut-urut lembut batang k0ntolku, aku duduk agak maju lagi. Auhh, enaknya bukan main deh dipegang sama wanita itu. Badan Tante Lia harum juga karena lotion dan ada semerbak jasmine. Kulit Tante Lia itu hitam manis. Akhirnya dia menyender total dan tanganya di k0ntol dan buah zakarku, ujung k0ntolku sudah kuyup sama seminal fluid yg keluar. Aku sudah kepingin benar menangkupkan tangan di buah dadanya tapi susah karena pasti bisa kelihatan anak-anaknya.
Tiba-tiba aku ingin kencing dan agak sakit rasanya, aku bingung dan akhirnya aku bilang tante bahwa aku ingin kencing.
“Ohh.. ya sudah kamu ke kamar mandi Tante situ!” Aku bangun dan ke kamar mandi dan sambil menyesel-nyesel takut nanti si tante berubah pikiran.
Aku kencing dan.. astaga! itu kepala k0ntol sudah benar-benar basah, kalau tdk karena kehalang kencing sudah orgasme mungkin tadi itu. Setelah kencing aku bersihkan si kepala jamur yg sudah merah tua sekali warnanya.
Waktu aku balik, si tante sudah kemulan sama selimut sambil duduk, aku duduk lagi di pinggir ranjang dan Tante Lia bilang,
“Ayo To, pijetin lagi, kamu duduk lonjorkan kakimu!” Wah aku jadi semangat lagi, k0ntolku sudah agak layu setengah ereksi. Kancing “cepret” celana pendekku aku tdk kancing lagi.
Begitu duduk aku rapatkan lagi barisan (he he..he seperti baris berbaris saja). Aku kaget karena ternyata dasternya tdk ada, pantas Tante Lia kemulan selimut. Dan dia tdk duduk tapi berlutut bersimpuh agak nungging ke depan. Dia membisikkan, “To, biar Tante duduk di atas pangkuanmu.” Aku melonjorkan kaki rapat dan si tante mengangkang lalu duduk berlutut pantatnya persis di atas k0ntolku, aku benar-benar setengah masih merasa apa ini mimpi basah saja.
“Kamu pengen pegang susu Tante kan, ayo kamu raba.” Dan di dalam selimut itu aku bebas, tanganku merajalela.
Duh enaknya memerah susu kenyal, dan putingnya terasa kasar di telapak tanganku, seketika mengeras dan si tante begitu aku meremas gemetar dan bibirnya terlihat di kaca digigitnya. Aku meremas-remas seperti tukang roti mengaduk adonan roti. Tangan Tante Lia juga tdk diam, dia menggenggam k0ntolku dan digosok-gosokkan di bibir memeknya. Aku merasa luar biasa hangat itu bukitnya. Dan tanganku kedua-duanya aktif sekali. Jariku memilin pulir-pulir dan melintir putingnya, besarnya ada sebesar jari kelingking (anaknya doyan ASI kali ya). Ukuran buah dadanya berapa ya, ada 38C barangkali.
Tiba-tiba dia duduk di pangkuanku dan,
“Bless..” masuk kepala jamurku, aku terkejut karena tdk menygka akan begitu, aku pikir cuma mau dimasturbasi saja.
Benar tdk siap mental aku kehilangan perjakaku dengan keadaan seperti ini, aku selalu membaygkan sebelumnya lain. Aku baygkan dengan teman sebaya. Dan luar biasa namanya otot memek itu bisa ya seperti nyedot begitu dan seperti dijepit dengan apa ya.. susah jelaskan. Kami beraksi tanpa bicara banyak, dan sambil takut si ibunya datang atau anak-anak itu kan bisa tiba-tiba lari ke ibunya. Dan Tante Lia turun pelan-pelan, aku merasa agak sakit waktu turun itu, kulit kepalaku ikut tertarik terus (aku tdk dikhitan).
Dan akhirnya Tante Lia sudah duduk rapat di atas pangkuanku. Dan ia mulai berputar-putar hanya pinggangnya saja, dan nanar mataku menikmati itu. Jadi k0ntolku di dalam terus, Tante Lia tdk maju-mundur, ia cuma berputar searah jarum jam atau ke depan belakang, aku terus meremas-remas adonan daging dadanya. Dasar aku masih belum bisa, baru kira kira 4 – 5 menit aku sudah merasa gelombang orgasmeku mulai meluap dan aku tdk bisa ngomong cuma remasan di buah dada Tante Lia. Tanpa sadar aku jadi meremas kencang sekali. Tante Lia tahu dan dipercepatnya dan perahan ototnya tambah kencang, ia juga rupanya (aku tahu belakangan) mau mencapai orgasmenya.
Ia duduk di k0ntolku masuk dalam sekali dan terasa bibir memeknya di buah zakarku, ia memutar hebat dan aku orgasme terhebat dalam sejarah hidupku sampai waktu itu. Supaya tdk menjerit aku tekan mulutku di punggung Tante Lia. Dia juga rupanya sampai dan terengah-engah. Tiba-tiba si Ita anaknya yg besar melihat ke kami dan katanya,
“Mama kenapa?” Kami seketika membeku diam dan untung si Ika nonton terus karena pas film kartunnya lagi asyik.
Pelan-pelan Tante Lia mencabut sambil mengencangkan cengkraman ototnya, rupanya supaya spermaku jangan tumpah kemana-mana. Dan dia bangun sambil membawa selimutnya terus ke kamar mandi. Aku cepat bersila dan kututup dengan majalah. Wah baru aku nutupi dan Tante Lia masuk kamar mandi, Bu Dewi si oma masuk kamar dan bilang,
“Eh, anak-anak ayo tidur sudah hampir jam 10.00 malam nih. Eh ada nak Toto juga, mana Lia?”
“Oh.. itu..” gelagapku, “Lagi ke kamar mandi.”
Untung si oma tdk curiga dia kira aku ikut nonton barangkali ya.
“Ayo Oma mau bobo!”
Pas film kartunnya habis dan mereka bilang,
“Selamat malam Kak..”
Begitu mereka pergi aku ikutan masuk kamar mandi, dan si tante masih jongkok sedang mencuci memeknya. Aku dekap dari belakang dan si tante berdiri dan kegelian karena k0ntolku mentul-mentul menyentuh bukit pantatnya. Aku belum lihat benar bagaimana badan si tante dan aku agak mundur.
Seketika k0ntolku tegang lagi karena yg kulihat sekarang nyata bukan dari tempat mengintip.
Dan tangan si tante memegang lagi batang k0ntolku sambil menyiramnya untuk mencuci yg tadi. Aku gemetar karena pengalaman seperti ini luar biasa untuk anak seumurku. Buah dada Tante Lia menantang dan tegar, kelihatan pori-porinya meremang karena udara agak dingin di kamar mandi. Dan itu bukit memeknya gundul sekali dan agak merekah merah terbuka bekas tadi.
Aku tak tahu mesti apa selain meraba buah dadanya lagi kali ini dari depan. Tante Lia menarik aku dan mencium bibirku, aku menurut saja dan badan kami merapat. Tangannya terus mengurut-urut batang k0ntolku. Dan aku meraba pantatnya yg sintal kencang. Buah zakarku pun diremas-remasnya pelan-pelan.
Kemudian Tante Lia menaikkan kakinya sebelah ke atas bak dan dimasukkannya lagi k0ntolku. Lincir sekali dan panas terasa di batangku. Kali ini Tante Lia bergoyg maju-mundur dan pantatku juga ditekannya mengikuti irama. Aku ikut saja menggoygkan sambil memeluk, mengisap putingnya, mencium bibirnya.
Beberapa saat kami bergoyg sama-sama, tapi pahanya Tante Lia pegal rupanya dan dicopotnya k0ntolku, kemudian ia berbalik dan nungging pegangan ke bak mandi.
“To dari belakang To,” dan tangannya diulurnya dari tengah selangkangannya, ditariknya k0ntolku dan pelan-pelan digosoknya ke bibir memeknya.
Aduh panas banget deh itu bibir, terus aku desak maju dan
“Bless..” kepala jamurku masuk bergesek-gesek lincir dengan dinding lubangnya.
Tante Lia juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari perut itu. Aduh luar biasa deh, aku nanar dan tdk bisa mikir lagi. Pantatku maju-mundur k0ntolku menggaruk-garuk lubang. Dari posisi ini aku bisa lihat jelas batang k0ntolku basah kuyup dan bibir memek Tante Lia ketarik keluar-masuk. Tanganku mengulur ke depan meremas buah dadanya yg menggantung besar dan bergoyg menggeletar, nafas Tante Lia mendengus desah.
Akhirnya aku meledak-ledak lagi dan Tante Lia terbantar dia rupanya sudah duluan orgasme. Setelah itu kami mandi di pancuran sama-sama dan saling meraba-raba berpelukan dan aku puas sekali memerah susunya. Buah dadanya juga buat aku bagus sekali, aku puas sekali meremas-remas itu. Luar biasa wanita ini.
Kemudian kami lanjutkan lagi di ranjang. Dan aku cuma bisa rebah di bawah dan Tante Lia yg naik di atas. Pantatku diganjal dengan bantal dan terasa k0ntolku lebih terulur, si tante meremas k0ntolku yg lemas dan pelan-pelan diciumnya kepala k0ntol dan akhirnya dimasukkan ke mulut dan aku melenguh-lenguh geli dan agak linu karena sudah dua kali main.
Tak lama k0ntolku tegang lagi dan tante naik menunggangiku sekali lagi menghadapi aku. Buah dadanya bergayut bebas dan liar, aku meremas-remas sambil menikmati kenyotan memeknya yg kencang sekali. Tante Lia ini benar-benar kuda betina binal sekali. Diputarnya pinggulnya dan terasa sekali dinding otot daging memeknya meremas-remas batang k0ntolku. Pelan-pelan orgasmeku mulai bergelombang akan keluar tiba-tiba, dicabutnya memeknnya, aku menjerit,
“Aduhh Tante terusinn dongg..” Dia tertawa dan diputarnya badannya dan dipegangnya k0ntolku yg sudah panas sekali.
Sekarang tante membelakangiku, dibimbingnya k0ntolku masuk, ia turun dan
“Bless..” aku bisa melihat bibir
memeknya merekah dibelah k0ntolku. Dan ia mulai lagi bergoyg seperti penari jaipong, luar biasa tak tergambarkan, enak.
Tak lama aku meledak, dan si tante mengandaskan k0ntolku semua masuk dan ia masih membuat gerakan memutar dengan pinggulnya dan kakinya lurus, ditekannya habis dan tante pun meledak-ledak melenguh keras,
“To.. enak sekali To..” Benar-benar wanita luar biasa. Dia bilang dia suka sekali hubungan kelamin.
Tapi suaminya sering tugas ke luar kota dan seperti sekarang ini setahun penuh belajar di **** (edited). Malam itu jam 24.00 lebih baru aku dilepas sama Tante Lia. Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku kemudian sama Ita anaknya, Adeline keponakan Tante Lia juga aku sempat enjoy sama-sama waktu Tante Lia ke luar kota sama suaminya.
Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku besar kemudian Ita anaknya juga pernah ngelmu sama aku (gantian setelah aku ngelmu sama seniornya). Adeline keponakan Tante Lia juga aku sempat enjoy. Ada lagi Mbak Reni pembantu di rumahnya yg molek juga. Pengalaman-pengalaman di situ sangat berkesan dan mendidik aku tentang hal sex.
Besoknya tengah hari, aku ke rumahnya lagi karena pagi-pagi tadi aku terbangun sudah tegang sekali terbawa ke impian segala pengalaman pertama itu. Aku mengharapkan bisa main lagi karena biasanya anak-anaknya suka dibawa jalan-jalan sama ibunya Tante Lia kalau hari Minggu. Rupanya sudah pada pergi karena sepi sekali, wah asyik aku pikir dan nafasku terasa sudah terengah-engah membaygkan apa yg akan aku alami. Kok sepi sekali, tdk kedengaran suara, ah mungkin si tante tidur, aku pikir.
Aku pelan-pelan ke kamarnya, tdk ada. Kemana ya? Di kamar mandi aku lihat juga tdk ada. Aku ke paviliun kamar Bu Dewi ibunya Tante Lia mungkin lagi beres-beres di situ, pikirku. Tanpa mengetuk aku masuk dan dari balik pintu aku lihat ada baygannya sedang membungkuk membelakangi di dekat ranjang, segera aku masuk dan kupeluk dari belakang sambil meremas-remas buah dadanya.
“Aiihh..” jeritnya. Astaga! rupanya Bu Dewi, bukan Tante Lia sedang setengah telanjang baru mandi.
Aku ternganga dan tdk bisa bicara dan Bu Dewi lemas karena kaget terduduk di ranjangnya.
“Duhh nak Toto kenapa ngagetin Ibu..” dan dia terduduk di ranjangnya, handuk yg sekedar menutup tubuhnya tdk cukup panjang sehingga bagian atas handuk turun ke perutnya buah dadanya menggandul lepas bebas.
Aku tambah menganga melihat itu dan k0ntolku di dalam celana pendekku tdk tahu diri, dia masih tegak saja seperti tiang bendera tujuh belasan. Kami terdiam dan Bu Dewi tak berusaha menutup buah dadanya yg masih sintal. Memang ibu dan anak ini dikaruniai tubuh yg amat seksi. Bu Dewi umurnya kurasa sudah berumur tapi badannya amat terpelihara, ya seperti itu loh ibu-ibu yg rajin minum jamu-jamuan. Buah dadanya sama seperti Tante Lia biar agak sedikit turun, dan dia lebih tinggi dari Tante Lia, jadi anggun sekali.
“Mau ngapain nyari Tante Lia?” tanyanya tanpa sungkan.
Aku tergagap-gagap.
“Eh.. oh itu mm nyari majalah..”
“Lho kok meluk-meluk dan meremes-remes tetek orang,” sergahnya.
Aku tambah pucat dan tdk sadar atau terpikir bahwa Bu Dewi kok tdk berusaha menutupi payudaranya itu yg kontal-kantil di depanku.
“Itu anu.. anu.. aku.. sa.. sa.. saya tdk sengaja..” gagapku.
“Mana bisa tdk sengaja orang kamu sudah ngeremes-remes, sakit tahu..” bentaknya lagi,
“Sini kamu!” sergahnya.
“Tanganmu lancang sekali ya, coba sini mana tanganmu! aku mesti laporin sama ayah kamu.”
Aku sudah tambah hijau biru pucat pasi dan keringat dinginku deras mengalir di punggungku. K0ntolku yg tadi sudah tegang jadi mengkerut kecil sekecil-kecilnya lembek di dalam celanaku seperti kura-kura kena gertak kepalanya, masuk deh ke dalam batoknya. Malah ingin ngompol rasanya.
Kuulurkan tangan yg gemetar dingin dan dipegang oleh Bu Dewi.
“Ya sudah,” katanya.
“Ini ayo remas-remas lagi, kan kamu pengen,” sambil menaruh kedua telapak tanganku di atas buah dadanya.
Aku tambah takut dan bingung, tdk percaya, dan kutarik tanganku kembali begitu menyentuh buah dadanya seperti kena panci panas. Bu Dewi malah jadi tertawa kecil.
“Nak To, jangan cemas tdk ngegigit kok buah dadaku,” derainya sambil tersenyum sekarang.
“Aku kemarin malem lihat kok kamu jam berapa pulang dari sini, dan ya aku ngerti kok si Lia itu sama saja memang nafsunya besar sekali. Seperti aku juga,” ujarnya.
“Ibu juga seminggu mesti sedikitnya 4 kali main,” katanya tanpa malu-malu.
Aku hanya bisa mengangguk-angguk tdk tahu mesti menjawab apa. Tahu dong kalian kalau habis begitu kan perut masih mual enek, terkaget-kaget, duh untung aku tdk ngompol di depan dia deh. Mana dia ngomongnya blak-blakan begitu seperti bukan orang Indonesia saja. Aku merasa pening sakit kepala.
“Duh nak Toto kaget ya,” sambil berdiri ia menarik aku dan dipeluknya kepalaku ke buah dadanya.
Baru aku agak tenang, dan tiba-tiba terasa tangan Bu Dewi turun ke pinggangku dan
“Sret..” sekali tarik celana kaosku sudah ditariknya separuh turun.
“Hi.. hi.. hi.. lihat nak, mengkerut kecil tuh si buyung. Kasian deh kamu, sini Ibu hiburin dia,” sambil ditariknya kepala k0ntolku yg tidur, ia membungkuk dan seketika handuknya terlepas total jatuh di kakinya dan bebaslah tubuhnya yg jangkung itu dari segala hambatan.
Beda dengan Tante Lia, Bu Dewi kulitnya kuning, turunan Sunda sih. Tante Lia mungkin dapat kulitnya hitam begitu dari bapaknya yg turunan Ambon barangkali.
Ia berjongkok di depanku, ditaruhnya k0ntolku di tapak tangannya dan disaputkan ciumannya di k0ntolku sepanjang batangnya, disaputkan dengan halus batangnya, disaputkan dengan halus, ketika si “Joni” dikasih angin begitu langsung mulai memanjang deh. Tangannya meremas-remas lembut sekali di buah zakarku dan aku juga masih shock karena belum pernah tahu ada soal cium mencium alat vital. Dengan jelas kemarin sama Tante Lia cuma dia kenyot sebentar saja, duh bodoh benar deh kalau ingat itu.
Didorongnya aku ke tempat tidurnya dan mulutnya sekarang mulai merekah dan lLiahnya terasa kasap keluar menjilat-jilat batang k0ntolku. Tak terkira nikmatnya dan aku cuma bisa mengeluh lenguh, ”
Aahh.. ahh..” Kubaringkan badan di tempat tidur Bu Dewi dan si ibu pelan-pelan sambil terus menghisap kepala k0ntolku.
Bu Dewi kemudian berputar dan akhirnya memeknya di atas mulutku. Terbelalak aku melihat rimba lebat dan mulai merekah lubangnya yg merah seperti kerang mentah itu. Aku cuma mencium bau nafsu yg keluar dari situ dan kelihatan mulai basah lubangnya. Tiba-tiba Bu Dewi menurunkan pinggangnya dan seketika memeknya hanya tinggal 1 cm dari mulutku. Aku angkat kepalaku dan mencium sedikit bibir memeknya.
“Ahh..” lenguh Bu Dewi.
“Terus terus To..” wah langsung kusergap dan kukenyot kencang-kencang dan lLiahku beputar-putar menjilat-jilat lubang dan tepian bibir memeknya. Tdk mengerti sih mesti diapain.
Dan Bu Dewi melepas k0ntolku dan ia duduk di atas bibirku sambil menggosokkan berputar di atas mulutku, wah aku hampir tdk bisa bernafas. Paha atasnya terasa mengepit kepalaku dan terasa cairan dari lubangnya tambah banyak.
“Ayo To, lLiahnya jilatkan ke atas ke bawah sepanjang bibir memek Ibu,” jelasnya.
Wah tambah deh ilmuku. Kelak ilmuku ini ternyata digemari sekali oleh wanita-wanita yg pernah kutiduri, ya ini dapatnya waktu sama Bu Dewi ini. Eh, ngomong-ngomong hati-hati ya kalau oral karena salah satu sumber penyebaran AIDS juga dari cara ini (hayo mau kamu kondomin gimana tuh).
Tiba-tiba kurasa tekanan pinggangnya tambah kencang kandas memepetkan memeknya ke bibirku dan ia menjerit-jerit kecil,
“Ahh.. ahh.. enakk.. hebat kamu To.. Ibu enakk sekalii..” rupanya ia orgasme dengan hebat sekali.
“Hah.. hah.. hahh.. uhh..” ia terengah-engah dan bibir memeknya menempel dan ia terbadai terduduk.
Memeknya masih menempel di mulutku dengan rapatnya. Kutelan cairan-cairan yg mengalir menetes dari dalam liangya. Dan kudorong sedikit pantatnya itu sambil lLiahku menjilat di sekitar sisi luar bibir memeknya terus ke arah pantatnya, aku jilat-jilat pelan. Terasa kasarnya lLiahku membuat ia bergelinjang geli.
“Ahh.. ahh.. Toto kamu kok.. pin.. ter.. sekalii..” Dan k0ntolku sudah tegang keras bukan main yg tadi tersia-sia, disergapnya lagi dan dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya dan disedotnya dengan kuat.
LLiahnya melilit-lilit di sekitar kepala k0ntol mengikuti lekak lekuk dan nikmatnya tak terbaygkan, sulit kuceritakan di sini.
Aku mengejangkan kakiku dan pantatku sampai terangkat-angkat dari kasur sehingga k0ntolku tambah panjang terisap-isap Bu Dewi. Bu Dewi mengambil bantal dan disedakkannya di bawah pantatku sehingga terasa sekali k0ntolku seperti terdorong ke atas tambah panjang.
Bu Dewi terus mengenyot dan kepalanya ikut maju-mundur sambil kedua tangannya meraba-raba zakarku. Sekali-kali dirabanya sekitar antara pantatku dan zakar. Kukunya yg panjang menggaruk-garuk halus dan gelinya bukan main, menambah nafsuku. Sampai merinding semua kulitku. Aku terengah-engah sudah tak sadar bagaimana tingkah kelakuanku. Bu Dewi masih tetap nungging di atas kepalaku dan pemandangan memeknya menambah nikmat. Kutarik lagi pantatnya dan kulumat-lumat dengan mulutku lagi. cerita sex
“Auhh aihh..” terdengar suara Bu Dewi terhalang k0ntolku dan seketika kulitnya meremang merinding karena geli dan nafsu.
Aku tiba-tiba merasa spermaku mulai bergelombang mau keluar, kulepas ciuman di memek Bu Dewi dan aku berderau parau,
“Ahh.. Buu.. terus.. terus..” Tapi tiba-tiba Bu Dewi melepaskan mulutnya dan dicekiknya batang k0ntolku sampai sakit sekali dengan kukunya,
“Aauu.. aduhh aduhh..” jeritku kesakitan.
Aku terkejut sekali dan kecewa karena gelombang nikmatnya jadi hilang lenyap, terasa aku frustasi dan mau meledak marah rasanya. Bu Dewi sambil bangkit duduk di sisiku sambil tertawa dan katanya,
“Sudah ya nak Toto.. pakai bajunya gih..” Mulutku selebar Goa Gajah ternganga bingung. Sadis amat ini orang, kok begini Bu Dewi, pikirku. Maksudnya apa?
Mataku merah dan rasanya berkunang-kunang, pusing rasanya kepalaku dan aku tdk tahu mesti ngapain. Nafsuku masih menggebu-gebu, nafasku terasa menderu. Akhirnya aku gelap mata dan kutubruk Bu Dewi sampai terjatuh di atas ranjang dan kubuka pahanya dengan paksa. Terasa ia mencoba menutup pahanya melawan dan kucegah dengan kedua pahaku.
Tangannya kutekan ke kiri dan kanan di atas keranjang dan ia meronta-ronta. Kutabrakkan k0ntolku ke lubangnya, waduh susahnya, karena ia menggelinjang-gelinjang. Mulutku mengecup dan mengisap putingnya. Aduh gimana nih aku sudah nafsu sekali tapi k0ntolku tdk masuk-masuk. Tiba-tiba kucoba gigit sedikit putingnya dan
“Kres..” kucengkeramkan gigiku.
“Auu..” jeritnya dan pinggangnya terdiam, langsung aku manfaatkan dan kepala k0ntolku kudesakkan masuk ke lubangnya yg basah.
Dan aku genjot kandas batang k0ntolku sedalam-dalamnya biar Bu Dewi tdk berontak-berontak lagi, takut lepas.
Ia masih mencoba meronta-ronta dan nikmatnya hentakan ronta-rontaan itu ke memeknya di batangku. Kupaku dengan k0ntolku dan aku tindih dengan badan juga, buah dadanya yg sintal lepas tertekan dadaku dan tanganku masih mencengkeram kedua tangan Bu Dewi.
Setelah dia agak diam, aku goyg hanya berputar-putar tanpa mencabut batangku lagi kencang-kencang, habis takut dia berontak lagi. Terasa buah zakarku gondal gandul bergesek-gesek menghantam menekan sisi bibir memeknya yg tebal dan bulunya menggesek-gesek buah zakarku, geli sekali dan meledak-ledak spermaku dalam 2 menit di situ. Aku lupa diri, luar biasa nikmatnya karena tadi tdk jadi keluar waktu di “karaoke” sama Bu Dewi dan badan kami kejang-kejang.
Tiba-tiba Bu Dewi membalik dan ia sudah di atas dan ia menggoyg-goyg pinggulnya dengan putaran kuat. Mataku terbeliak-beliak nikmat. Buah dadanya bergoyg-goyg liar dan kutangkap dengan kedua tanganku dan kuperah. Bu Dewi juga mendesah-desah keras, akhirnya orgasme lagi, akhirnya terhempas ia ke atas tubuhku yg penuh keringat.
“Nak Toto enak ya,” katanya sambil tersenyum.
“Tadi kusengaja itu karena dengan gitu nikmatnya lebih tinggi lagi.”
“Duh Ibu pintar sekali sih, belajar dimana sih?
“Lho kan Ibu turunan orang Sunda juga nak Toto, kalau itu memang bakat alam soal ginian, makanya pada pinter kalau jaipong.”
“Oh itu tadi gerak jaipong ya Bu..”
“Iya dong..” katanya sambil mencubit pelan di buah zakarku yg sudah mengkerut keriput.
K0ntolku masih setengah berdiri dan kepalanya merah tua basah (with an apology to our Sundanese reader or is it a compliment? No offence meant ladies buddy, that was my best experience ever.. viva Sundanese). Kami lalu mandi bebersih bersama-sama saling menyabuni.
Kemudian ya jadinya main juga sekali di kamar mandi sambil berdiri. Aku bereksperimen diajarkan sama si ibu, memasukkan k0ntolku dari belakang. Bu Dewi membungkuk dan goyg jaipongnya hanya di kepala k0ntolku tanpa memasukkan seluruh batang. Beda kemarin sama Tante Lia, kami pakai gaya klasik maju-mundur k0ntolku biar sambil Tante Lia nungging juga.
Kemudian aku diajarkan menjilati klitorisnya tanpa menyentuh bibir memeknya, kakinya yg satu ditumpangkannya di tepi bak mandi sehingga terkuak bebas memeknya di depan mukaku. Kulilitkan ujung lLiahku di kepala klitorisnya dan ia menggelinjang, buah dadanya terpontal pantil menahan geli. Tanganku segera meraba ke atas dan berusaha kuperas-peras kedua buah dada itu. Tapi karena aku di bawah hanya dapat sedikit. Akhirnya Bu Dewi agak membungkuk dan buah dadanya bergantung bebas. Gemas sekali aku dan kami bermain-main di dalam kamar mandi sampai hampir 1 jam.
Rupanya hari itu Tante Lia sekalian mau belanja, jadi ia pergi sama anak-anaknya, makanya Bu Dewi yg di rumah. Sambil istirahat kami membuat minuman hangat dari termos di kamarnya dan duduk di ranjang di kamar Bu Dewi. Kami tetap telanjang bulat.
“Bu, jadi tahu ya tadi malam aku main sama Tante Lia.”
“Iya dong nak, kan Ibu sudah pengalaman dan lumrah kok seperti Ibu bilang tadi kami memang wanita yg nafsunya kuat sekali.”
“Lalu, kata ibu tadi seminggu sedikitnya 4 kali, sama siapa biasanya Bu?” tanyaku sambil membaringkan badan memegang memilin-milin puting susunya.
“Oh.. Ibu sama teman-teman bertiga, ada semacam klub kecil,” katanya sambil tertawa renyah sambil ekspresi mukanya menahan geli dari pilinan jariku.
“Biasa kami nyari anak SMA, mahasiswa atau anak-anak muda dan kami bawa ke villa teman Ibu atau ke hotel juga.”
“Ibu makanya awet muda ya, itu kami selalu nyari perjaka-perjaka untuk diperawanin,” cekikiknya manja.
Tangannya juga iseng meraba-raba pantatku dan dari bawah pahaku ke belakang dijamahnya lagi buah zakarku.
“Ibu paling demen sama anak seumur kamu deh, nafsunya besar dan cepet sekali pulihnya, bentar-bentar sudah ngaceng lagi..” ujarnya.
Sambil terus meremas-remas buah zakarku dan batang k0ntolku yg sudah mulai berdiri lagi. Didorongnya badanku sehingga aku rebah dan Bu Dewi naik ke atas mengangkangkan pahanya dan ia berjongkok di atas k0ntolku yg separuh tegang.
“Diam ya nak To..” Pelan-pelan dipegangnya daging sosisku dan disaputkannya kepala k0ntolku di tepi-tepi bibir memeknya yg ada rambutnya.
Aduh, nikmat sekali dan pelan diarahkannya ke lubang nikmat itu dan
“Bless..” mulai masuk lagi, nikmat luar biasa walau k0ntolku terasa agak perih digeber dua hari ini.
Belum tegang penuh tapi memek Bu Dewi seperti bisa menarik masuk dan tekanan pinggulnya sedemikian rupa.
“Aku suka sekali di atas,” kata Bu Dewi, “Karena bisa ngontrol gerakan dan garukan batang k0ntol ke klitorisku,” katanya.
“Sekarang diam, nak Toto rasakan merem deh.. merem..” Aku merem dan senut-senut terasa sekali dinding lubangnya berdenyut-denyut kencang.
Bu Dewi tdk ngapa-ngapain, hanya merem juga waktu kuintip. Aku merem lagi dan kuulurkan tanganku ke buah dadanya yg montok sekali itu. Duh.. seperti memegang melon.
“Remes To.. remes!” keluhnya manja sekali dan penuh nafsu.
Suaranya berdesah-desah,
“Ahh.. ahh.. enakk.. putingnya To.. putingnya ibu atuh.. uhh..” Pinggulnya mulai berputar pelan-pelan sekali gaya penari jaipong dan kadang sambil jongkok ia menaik-turunkan pinggulnya.
Hebatnya sedotan dari dalam memeknya itu lho. Aku rasa kalau vacuum cleaner-nya rusak bisa tuh dipakai menyedot debu.
Buat aku ya enaknya buah dadanya tersaji di depan mataku dan tinggal ulurkan tangan saja. Aku meremas-remas buah melon yg kenyal itu.
“Bu, aku diajak ke tempat teman-teman Ibu dong..” ujarku tiba-tiba.
“Ha ha.. ha.. entar kamu apa kuat ngelayani kami-kami To?”
“Coba deh Bu..” bisikku sambil terus meremas buah dadanya.
“Gini deh, lain kali aku ajak kamu tapi aku tdk bilangin mereka kamu sudah pernah main ya.. biar lebih seru.. Kemarin sama nak Lia gimana enak?”
“Enak juga Bu, tapi kayaknya Ibu Dewi lebih jago ya..” pujiku sambil mataku terbelalak-belalak karena genjotan pinggul Bu Dewi tambah seru saja.
Keringatnya menetes-netes ke dadaku dan bau harum badannya tambah kuat karena hawa panas badannya. Harum sekali si ibu ini, pikirku sambil menikmati hentakan pinggulnya yg tambah cepat. Dan tiba-tiba Bu Dewi kandas dan memeknya merapat lagi dengan buah zakarku. Sekarang ia berputar-putar tanpa naik-turun. Terasa ujung k0ntolku di dalam itu seperti diperas dengan kuat sekali dan..
“Srot.. srot..” aku meledak ledak tak terkendali lagi.
Letih betul rasanya dan kami tertidur setelah itu.
Sorenya menjelang magrib aku terbangun dan Bu Dewi masih telanjang bulat. Aku pelan-pelan bangun mau beranjak pulang mencari celanaku, tiba-tiba aku melihat ada orang di pintu mengintip dan ia tdk melihat aku di dekat kamar mandi. Rupanya Adelin keponakan Tante Lia yg kuliah di kota ini berkunjung. Aku kaget dan tdk tahu mesti apa. Wah kalau ketahuan tdk enak.
Adelin cantik sekali anaknya dan seperti tantenya Lia dan Bu Dewi, tubuhnya juga seksi sekali. Ah, untung dia melihat Bu Dewi tidur dan dia pergi lagi. Sekarang bagaimana aku keluar nih. Pintu paviliun Bu Dewi tdk pernah dibuka dan ada lemari di depannya. Ya sudah aku pakai baju kaos dan celanaku dulu deh. Pelan-pelan aku buka pintu kamar dan kuintip, wah si Adeline lagi sama Mbak Reni di dapur, aku mengendap-endap ke kamar tamu dan pura-pura duduk baca majalah.
“Lho ada kamu To,” ujar Adeline waktu masuk lagi dari dapur.
“Kamu ngapain? Aku nggak lihat kamu masuknya.”
“Aku mau baca majalah nih..” sahutku sekenanya.
“Ok, aku mau pergi dulu ya,” katanya sambil keluar.
“Tante Lia belum pulang ya?”
Adelin berputar dan ala mak pinggulnya seksi banget deh dan aku karena sudah ngeres melulu 2 hari ini langsung merasa desiran di k0ntolku. Adeline pergi dan aku sendirian di ruang tamu menjelang petang dan aku jadi naik ke otak lagi.
Aku bangkit dan ngintip ke kamar Bu Dewi. Wah masih tidur nyenyak habis di servis enak sih. Tiba-tiba ia bergulir miring membelakangi pintu dan aku, selimutnya tersingkap, wah pantatnya terlihat dan dari belakang bulu-bulu serta kemaluannya jadi kelihatan sudah deh si “Ujang” langsung bangun dan aku jadi bingung. Mestinya Tante Lia sebentar lagi pulang dan kalau aku main lagi takut ketahuan deh. Bu Dewi bergeser lagi dan telungkup, kakinya terbuka dan aku bisa lihat jelas memeknya. Lututku lemas dan nafasku menderu.
Aku tdk kuat lagi, biarin ketahuan-ketahuan deh. Aku masuk dan kukunci pintu perlahan. Kubuka celana pendekku dan aku dekati pelan-pelan dari belakang. Kuendus-endus dulu sekitar memeknya, wah ternyata masih basah, dan karena Bu Dewi mengangkang sambil terlungkup aku bisa lihat jelas dalam cahaya senja yg masuk pas di garis pantatnya yg sintal dan besar itu. Aku berlutut dan pelan-pelan kudekatkan k0ntolku. Pelan kuletakkan di mulut bibir memeknya dan aku diam.
Hmm, tdk bereaksi, kudorong pelan sekali mendesak bibir tebal itu. Masuk sedikit lagi, duh enaknya karena terasa hangat. Aku diam lagi menikmati dan kugerakkan sedikit halus sekali. Tiba-tiba Bu Dewi bergerak lagi menggeser pantatnya dan
“Bles..” malah masuk lagi, sekarang kepala k0ntolku.. eh masih tdk bangun juga. Dengan halus sekali aku dorong lagi sedikit sekali, terasa berdenyut-denyut dinding memeknya dan seperti “nggremet-grement”.
Duhh.. enak banget. Aku maju lagi. Tanganku bertelekan di ranjang tanpa kena tubuh Bu Dewi, sudah rada pegel sih, tapi nafsuku sudah menderu-deru dan aku sudah tdk peduli apa-apa lagi habis enak sekali. Maju lagi sudah 3/4 batang masuk dan terasa ada aliran cairan ikut dari dalam. Tiba-tiba pintu terbuka dan Mbak Reni masuk dengan setumpuk pakaian baru disetrika. Dia tdk tahu rupanya karena kamarnya gelap bahwa ada orang di dalam. Aku panik dan sudah tdk bisa narik diri lagi.
Mbak Reni menyalakan lampu dan dia terpana melihat kami. Dia lihat Bu Dewi tidur, ya aku hanya bisa pucat dan diam karena kalau dicabut pasti bangun Bu Dewi. Akhirnya aku hanya bisa meletakkan jariku di bibir bilang supaya Mbak Reni diam. K0ntolku langsung lemas dan Mbak Reni langsung keluar, untung dia tdk menjerit. Aku jadi hilang nafsu dan kutarik pelan-pelan batang yg sudah lembek itu dan aku cepetan pakai celana lagi.
Keluar dari kamar kulihat Mbak Reni terdiam di dekat dapur. Aku mau mendekat ke sana, tiba-tiba pintu depan terbuka dan Tante Lia pulang. Dalam hati aku bersyukur juga, kan tdk enak kalau pas lagi “ngegenjot” tadi. Rupanya waktu kukunci tdk benar masuknya karena pintunya belum tutup betul. Dasar kalau sudah nafsu begitu sudah tdk jalan otak dan rasa.
Aku panik dan Tante Lia melihat aku, hampir saja tdk terdengar.
“To cari majalah lagi?” tanyanya.
“Apa, apa.. Tante? Oh ya..”
“Kamu kenapa To, mana Ibu?” katanya sambil masuk ke dalam dan pantatnya disenggolkannya ke pantatku.
“Oh itu Ibu Dewi tidur sore..” ujarku.
Aku masih bingung bagaimana dengan Mbak Reni. Tante Lia langsung ke dapur dan kudengar ia meminta Mbak Reni memanaskan makanan-makanan yg dibawanya. Hmm aman sedikit, kupikir dia sibuk.
“To, mau makan di sini?” tanya Tante Lia.
“Tdk deh.. aku disuruh jaga rumah kok Tante (he he..he jaga rumah malah setengah hari di rumah tetangga). Ayah dan ibu semua pada pergi ke Bogor pulangnya besok pagi-pagi.”
“Wah kamu sendiri ya,” kata Tante Lia sambil mengedipkan mata.
“I.. iya.. ya.. (wah tadi aku kunci rumah tdk ya)” jawabku sekenanya.
“Ya sudah, kamu mau pulang?”
“Iya iya..”
Aku masih bingung, sudah tdk tahu mesti apa tentang Mbak Reni.
“Nanti Tante ke sana deh lihat kamu,” katanya lagi sambil tersenyum berarti.
Aku lantaran bingung hanya bilang iya tanpa ekspresi.
“Kamu baik-baik saja To?” tanyanya lagi.
“Iya Tante.. pulang dulu ya.. itu majalah saya sudah rapikan lagi.”
Dan aku pulang sambil berdebar-debar apa yg akan terjadi nanti.
Pulang aku mandi, berusaha menenangkan diri. Dalam hati aku menyesel kenapa mengikuti nafsu saja, jadi kacau semua akhirnya, pikirku. Tapi ya sudah kupikir semua sudah terjadi, bagaimana nanti deh. Aku belum makan tapi sudah tdk kepinginan. Selesai mandi aku bereskan buku untuk besok, berusaha mengalihkan pikiran.
“Tok tok tok..” ada yg mengetuk pintu samping.
Kemudian aku ke situ, Tante Lia pikirku. Waktu itu aku tdk jadi senang mikir sebenarnya karena aku sendirian bisa main lagi sama Tante Lia di rumahku. Kubuka pintu, ternyata Mbak Reni membawa nampan dan katanya,
“Mas To, ini dari Tante Lia, beliau ada tamu luar kota mesti ditemenin ke stasiun jemput saudara, katanya gitu dan ini disuruh makan dan Mbak disuruh nemenin Mas To sampai selesai makan. Bu Dewi dan anak-anak juga ikut semua.” Aku bengong dan kupandang Mbak Reni biasa-biasa saja.
Aku ambil nampan dan kukatakan,
“Tdk usah ditemenin deh Mbak, aku bisa.”
“Ah jangan Mas To entar saya dimarahin, lagian di rumah tdk ada orang, saya rada takut sendirian.”
“Lho sudah dikunci belum rumahnya,” tanyaku.
“Sudah Mas.”
“Iya sudah masuk deh Mbak!”
Aku makan dan Mbak Reni duduk di dingklik nonton TV, biasa sinetron “blo’on” Indonesia. Tiba-tiba Mbak Reni cekikan pelan, aku lihat di TV pas ada iklan, Srimulat rupanya.
Aku masih mikir soal ketangkap tadi. Akhirnya aku ngomong to the point.
“Mbak Reni jangan cerita siapa-siapa ya soal tadi di kamar Bu Dewi.”
“Oh itu tdk apa-apa kok Mas To, di rumah situ mah bebas saja. Hanya saya ya kaget saja karena tadi saya kira tdk ada orang.”
“Maksud Mbak gimana, bingung aku.”
“Oh gini loh Mas To. Kalau laki perempuan kan lumrah suka gituan.”
Aku jadi tambah bengong saja, ini orang ngomong apa sih.
“Mbak Reni kan sudah pernah kawin..” lanjutnya sambil senyum-senyum.
Dan di dingklik itu ia duduk sambil cerita sedikit sembarangan, sehingga sarungnya tersingkap di tengah. Aku menangkap pemandangan itu kelihatan betisnya, eh.. ini orang mulus juga. Biasanya orang dari desa suka kurang terawat, aku sekarang jadi melihat secara sadar, wah ini orang boleh juga.
Aku tdk jelas umurnya berapa, tapi orangnya rapi dan feminin. Buah dadanya kulihat naik-turun di balik kaos lusuh pemberian majikannya, barangkali kira-kira separuh Bu Dewi dan Tante Lia deh. Si “Ujang” di balik celanaku terasa mulai bergerak-gerak lagi.
Waktu itu sudah jam 07.00-an rasanya. Selesai makan aku sikat gigi di kamar mandi dan kudengar Mbak Reni beres-beres dan cuci piring. Keluar dari situ, kulihat Mbak Reni masih nyuci dan kupandang dari belakang. Mak.. pantatnya molek di balik ketatnya sarungnya itu tampak jelas. Aku berdiri di sampingnya dan kami saling memandang dan seperti ada kontak hati saja.
Suasananya terasa seperti ada listriknya antara kami, dan aku ulurkan tanganku meraba pantatnya dan naik ke pinggangnya. Kupeluk dari belakang dan kumasukkan tanganku ke depan di bawah kaosnya, terasa BH-nya yg kasar menutup buah dadanya. Aku remas-remas dari luar BH-nya, dan terasa pantat Mbak Reni mundur merapat ke k0ntolku bergeser-geser. Kucium kuduknya dan ia menggelinjang.
“Entar dulu Mas To, piringnya pecah entar,” ujarnya perlahan.
“Taruh saja dulu,” jawabku.
Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku, kedua puting susunya yg segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Reni lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. K0ntolku sudah tegang keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas memeknya, tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya.
Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Reni juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yg membara sambil ia mendesah kegelian. Kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celanaku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan,
“Mbak taruh di atas pinggir bak itu..”
Jadi sekarang memeknya pas terbuka di depan k0ntolku yg sudah mengacung ke atas.
“Ini cara apa Mas To,” keluhnya,
“Masukin dong Mas masukin!” Aku hanya maju-mundur mengarukkan k0ntolku di sekitar pantatnya dan lubang memeknya.
Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Reni berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Reni tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir memeknya dari depan sambil berusaha mencari klitoris yg tadi diajari Bu Dewi.
“Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..!” keluhnya.
Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku kedua puting susunya yg segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Reni lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. K0ntolku sudah tegang dengan keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas memeknya tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya.
Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Reni juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yg membara sambil ia mendesah kegelian, kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celana dalamku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan,
“Mbak taruh di atas pinggir bak itu.” Jadi sekarang memeknya pas terbuka di depan k0ntolku yg sudah ngacung ke atas.
“Ini cara apa Mas To,” keluhnya,
“Masukin dong Mas, masukin!” Aku hanya maju-mundur menggarukkan k0ntolku di sekitar pantatnya dan nyundul-nyundul lubang memeknya.
Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Reni berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Reni tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir memeknya di depan sambil berusaha mencari klitoris yg tadi diajari Bu Dewi.
“Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..” Keluhnya mendesah-desah basah suaranya, menambah seru dan panas.
Aku lepas t-shirt-ku dan kaos Mbak Reni, BH hitamnya yg sudah tersingkap kurengut dan telanjang bulatlah kami.
Aku terus sengaja hanya menciumi dan menggigiti telinganya, dan tiap kali merinding bulu tengkuknya, kelihatan pori-pori lengannya meremang dan ia menggelinjang geli. K0ntolku tergosok-gosok celah di antara bukit pantatnya tiap ia menggelinjang. Kupeluk terus dari belakang dan pahanya masih tetap di atas bak yg sebelah.
K0ntol kugaruk-garukkan ke tepian lubangnya dan banjir cairan kental dari lubangnya tambah banyak, berkilap-kilap mengalir di sepanjang paha yg satu. Ia mencoba lagi menggapai k0ntolku tapi aku mundur dan tetap kupelintir klitorisnya dan kugosok-gosok lembar dalam bibir memeknya dengan ujung kuku. Mbak Reni tambah panik dan keluhannya seperti orang yg sudah mau menangis kepingin sekali.
“Ahh Mas To, ayo dong masukinn Mass.. Mbak tdk kuat lagii..” kepalanya digoyg-goygnya ke kanan ke kiri (katanya, orang ekstasi juga gitu ya).
P.S: Aku memang lagi iseng ingin eksperimen setelah dicakar, dicekik kepala k0ntolku sama Bu Dewi pertama kali, pas aku mau muncrat itu.. memang loh bener lebih enak, gayanya kalau tdk langsung digebrusin muncrat, dan kalau high dengan narkoba gitu ya. Amit-amit, aku tdk pernah mencoba sekali juga (habis menurutku goblok tuh yg main narkoba dan obat batuk hitam, apa urusannya, ya aku yg ngetik).
“Iya..” Mbak Reni membisikkanku dekat sekali telinganya dan mengembus ke lubang, kugigit juga sedikit anak telinganya.
Kumasukkan sedikit dari bawah k0ntolku ke mulut lubang memeknya dan kupegang batang panisku dan kuputar-putar di gerbang itu tanpa aku dorong masuk. Mbak Reni berusaha memasukkan lebih dalam tapi kutarik kalau dia agak turun.
“Mass.. jangan disiksa dong.. tusukkin tusukkinn..” jeritnya agak keras.
Aku kaget juga, gila ini Mbak. Nafsunya sudah tdk terkendali lagi. Ya sudah aku masukkan setengah dan kugoyg pinggulku dan ia juga segera naik-turun. Tangan kiriku meremas-remas buah dadanya dan sambil memulir-mulir puting susunya yg sudah keras seperti kerikil. Erangan Mbak Reni menambah erotisnya, dan busyet.. empotan memeknya bukan main, beda sekali dengan Bu Dewi atau Tante Lia, agak kering tapi tetap enak sekali.
Kepala k0ntolku terasa digenggam beludru dengan mapan sekali. Berkunang-kunang rasanya mataku, kugigit lagi sedikit pundaknya sambil kuciumi terus kuduknya. Tangan Mbak Reni menjulur ke belakang dan meremas-remas bukit pantatku, sementara tanganku satu lagi juga tdk menganggur memoles-moles, kupetik-petik biji klitorisnya yg tambah nongol keluar. Gila ada sebesar kacang Garuda yg belum dikupas. Terasa keluar dari lubang sisi atas memeknya, keras-keras empuk. Mbak Reni tambah menggerung-gerung,
“Ahh.. ahh.. Mas Mass..” dan tiba-tiba ia turunkan kakinya dari bak dan menarik pantatku dan masuklah amblas sedalam-dalamnya k0ntolku.
Pantatnya menempel rapat sekali. Terasa lincir karena keringat kami yg sambil berdiri mengalir. {Bau badan Mbak Reni itu seperti bunga melati, sama dengan orang Cendana suka melati dia ini). Bersih, biar dia orang dari kampung tapi sepertinya mengerti kebersihan badan.
Kupeluk buah dadanya dalam tangkupan telapak tanganku dan ia membungkuk berpegangan ke bak dan pantatnya, pinggulnya berputar-putar, rasanya k0ntolku diulek-ulek dan tiap kali ia berputar tambah cepat dan gelombang-gelombang sinyal kenikmatan mulai terbentuk seperti tsunami bergelora,
“Aahk..” ia menjerit cukup kencang sampai aku sempat sekilas kaget berpikir, wah kalau kedengaran tetangga bisa gawat, tapi langsung hilang karena orgasmeku sudah menjelang.
“Plok.. plek.. plekk..” bunyi tubuh kami beradu bercampur keringat dan cairan bau di sekitar situ sudah mesum sekali bau sex, edan. Meletuplah Mbak Reni dan erangan-erangannya terus menerus.
Tiba-tiba cengkeraman memeknya begitu kuat sampai aku menjerit karena agak sakit dan dikendorkannya sedikit. Aku pun tdk kuat lagi menahan,
“Mbak Renii..” kukandaskan dalam-dalam batang k0ntolku dan zakarku rapat-rapat dengan bibir memeknya, dan akhrinya kami saking lemasnya jatuh terduduk di depan bak cuci piring itu.
Terengah-engah dan berpelukan telanjang bulat.
Spermaku bertebaran di lantai dapur.
“Mbak Mbak.. enak sekalii.. Mbak Reni hebat bangett..” Mukanya agak merengut dan aku sengaja tdk memberi tadi tubuhnya.
“Mas To, aduh saya sudah beneran mau gila tadi rasanya.. untung masih inget kalau tdk saya sudah teriak kencang-kencang,” katanya sekarang sambil tertawa mengingat keadaan tadi.
“Tapi enak kan ya Mbak, capek tdk Mbak?”
“Nggak Mas To..” sergahnya dengan cepat.
“Sudah, entar tidur di sini saja deh Mbak Reni,” bujukku dengan penuh rencana.
“Entar saya kasih tahu Bu Dewi atau Tante Lia kalau mereka pulang, aku bilang takut sendirian di sini.”
“Hi hi hi, mana mereka percaya Mas To.. mereka juga tahu lah..paling entar Bu Dewi bilang biar dia yg temenin.. hi hi hi.. ” cekikan Mbak Reni menggodaku.
“Atau Mbak dan Bu Dewi yg tidur di sini Mas To..”
Eh ini orang jahil pisan.
“Tapi pasti dikasih deh..” ujarnya lagi.
“Saya mandi dulu ya Mas To. Apa mau sama-sama mandi,” godanya lagi.
“Sudah deh Mas To, istirahat dulu kan sudah 2 hari ini capek,” lho kok dia tahu saja ya, padahal kemarin kan dia tdk lihat.
Aku belum tahu dan tdk curiga lebih lanjut sampai beberapa waktu akhirnya aku mengerti, itu cerita lain lagi yg seru juga.
Aku manggut saja, memang remuk rasanya badanku terasa juga, dan dengan gontai aku masuk ke kamar dan aku juga mandi. K0ntolku kelihatan merah tua sekali kepalanya dan sekitar kulit di kepala k0ntol kelihatan agak seperti lecet tapi aku tdk merasa sakit malah “baal”, kebanyakan kali ya. Hmm, kemarin pagi aku masih perjaka, luar biasa nasibku dalam 2 hari aku main dengan 3 cewek hebat-hebat. Sambil mandi aku melamun kenapa tdk dari dulu ya, tapi ya sudah memang jalannya gitu barangkali, batinku.
Setelah mandi aku baring-baring tetap telanjang, tdk ada siap siapa. Maksudnya menunggu Mbak Reni mandi dan Ibu Dewi cs balik, kan aku mesti menelepon mereka. Eh, baru 3 menit aku ketiduran, bangun-bangun aku kaget sekali karena sudah tengah malam. Aku bangun dan kulihat Mbak Reni masih nonton TV, hanya pakai sarung dikembenin t-shirtnya entah kemana. Bahunya kuning bersih dan pinggang dan pinggulnya seksi sekali dilihat dari belakang.
“Mbak sudah makan?”
“Sudah Mas To, dan tadi Bu Dewi ke sini, saya sudah kasih tahu juga, Mas To takut sendiri.”
“Apa kata Bu Dewi?” tanyaku ingin tahu.
“Kata Ibu ya sudah temenin saja. Dan mereka katanya mau tidur juga capek.”
“Mas To mau makan lagi apa? Mbak gorengin nasi mau, mesti makan telor Mas, buat nambah tenaga,” katanya sambil senyum nakal.
Aku rasanya lesu dan lemas badanku.
“Tdk usah Mbak Reni, aku mau tidur lagi.. tapi Mbak Reni tidurnya ditempat saya ya.. kan ranjangnya besar sekali.”
“Ah malu Mas To..”
“Duh Mbak, apanya lagi yg malu, kan tdk ada siapa-siapa.”
“Iya deh Mas To, entar Mbak mau nonton dulu ini sinetron ya..”
Sialan sinetron jelek dia mau nonton, mana ada sih sinetron kita yg bagus, bukan sekalian bikin film biru munafik deh.
Besoknya pagi-pagi telepon membangunkan aku,
“Kringg..”
“Ya hallo,” sambutku.
“Oh Toto ini Tante Lia, kamu lagi sibuk tdk? Bisa ke rumah Tante sekarang?”
Kontan saja mendengar suaranya si buyung mulai menggeliat. Dasar ngeres dan sudah ngerti.
“Tentu Tante, aku ke sana sekarang ya,” jawabku dengan gembira ria.
Setiba di rumahnya, Tante Lia sudah cantik berpakaian rapi mau pergi. Aku agak kecewa dan ia melihat itu.
“To, aku perlu pergi ke kantor Oom mau ngambil gaji. Dan sebentar lagi Ibu Dewi pulang arisan dan dia lupa bawa kunci. Mbak Reni lagi nganter anak-anak ke pesta temen sekolah Ita. Kamu tdk keberatan kan jagain sebentar, paling seperempat jam lagi pulang kok Bu Dewi,” ujarnya sambil memeluk pundakku.
Susunya nyengsol-nyengsol menyentuh lenganku. Uhh, sudah ingin remas saja deh, dan si buyung sudah separuh naik. Sialan hanya mau diminta menunggu rumah, batinku. Tadinya aku ingin tidur siang. Capai, habis krLia hari ini.
“Ya deh Tante Lia, tapi entar aku minta oleh-oleh ya,” kataku sambil meraba pantatnya dan seketika Tante Lia menggelinjang geli dan ia memeluk erat.
“Iya..” desahnya basah di daun telingaku.
“Aduh gelinyaa..”
Si “Ujang” langsung naik. Kumasukkan tanganku dari bawah blusnya dan kuremas-remas bagian bawah buah dadanya. Biar minta bonus sedikit, dan k0ntolku kutempelkan di paha atas si tante biar dia tahu aku sudah siap. Tante Lia melenguh dan, “To, aku mesti pergi, entar telat, kasirnya tutup nih,” dan ditariknya tanganku lembut dan dengan terengah-engah ikut nafsu juga. “To, Tante usahakan pulang secepatnya deh, kamu sabar ya,” lenguhnya berusaha melepaskan remasanku.
Tapi sambil kepingin diteruskan juga sepertinya. Akhirnya lepas juga sambil terengah-engah dan parasnya merona merah Tante Lia keluar, jalannya agak terhuyung-huyung. Aku jamin celana dalamnya sudah basah lembab tuh. Tinggal aku sendirian. Ya sudah aku ambil majalah lagi dan aku baring-baring baca di kursi malas di kamar tamu.
“Ahh..” aku meronta-ronta dan kok keras amat si buyung dan terasa disedot-sedot orang. Wah rupanya aku ketiduran dan mimpi, kupikir.
Waktu kubuka mata aku terkejut melihat wajah tak kukenal, dan astaga aku sudah telanjang bulat.
Tanganku terikat ke atas di kursi malas dan k0ntolku sedang dilumat-lumat. Aku tak tahu siapa satu lagi wanita, aku hanya melihat kepalanya dan punggungnya telanjang. Kakiku, kakiku, walah terikat juga ke kiri dan kanan kursi malas. Aku masih setengah mengantuk dan bingung, sakit kepalaku rasanya terbangun tiba-tiba. Akhirnya aku sadar betul dan ketika kupalingkan muka ke kanan ada Bu Dewi dan dan dia sudah bulat-bulat juga telanjang.
“Bu.. saya diapakan ini,” kataku sambil nyengir keenakan.
“Diam saja dah kamu,” kata Bu Dewi tersenyum Ia bertolak pinggang dan duh buah dadanya menantang betul.
Tapi tanganku tdk bisa mencapainya.
“Ini siapa Bu semuanya, saya mau diapakan sih?” Buah zakarku terasa geli sekali digaruk-garuk kuku wanita yg menyedoti k0ntolku.
Aku menggelinjang geli, dan Bu Dewi meraba puting susuku.
“Ahh.. enakk..” dan tersiksa betul rasanya tanganku tdk bisa aktif, sudah ingin betul meremas susu Bu Dewi yg gundal gandul di dekat bahuku.
“Ini temen-temen Ibu, To. Bu Endah dan Bu Inggit. Kita tadi ngeliat kamu ketiduran dan ya seperti Ibu bilang ini temen-temen ibu itu lho,” katanya sambil menggeserkan buah dadanya di dadaku.
Putingnya ditekannya ke putingku. Enak, empuk, hangat, dan seketika aku tambah bingung, lha tapi kenapa saya diikat.
“Ya, kata Bu Dewi kan kemarin itu kamu ngikat Mbak Reni. Ha ha.. ha.. nah kami tadi iseng pengen ngerjain kamu nih To.”
Hisapan Bu Endah terasa tambah menghebat, lLiahnya berputar-putar di sekitar kepala k0ntolku dan aku sudah tdk kuat lagi mau meledak. Dan kuangkat pantatku agar masuk lebih dalam.
“Ehh..” Bu Endah malah berdiri dan melepaskan mulutnya.
Wah tergantung aku. Dengan terengah-engah aku bilang,
“Bu tolong dong Bu sedot lagii.. sudah mau muncrat nihh.. Buu..” Bu Endah, Bu Dewi dan Bu Ingit tertawa ramai-ramai, dan aku belum sempat memperhatikan seksama buah dada mereka kontal kantil terguncang-guncang karena mereka tertawa melihat aku yg seperti cacing kepanasan.
Mataku masih sepet dan berkunang-kunang dari ketiduran tadi. Bu Ingit kemudian mendekat dan mengangkang. Pantatnya mengarah ke mukaku dan ia mulai turun sambil memegang batang k0ntolku, digosok-gosoknya ke mulut liang memeknya dan aku mendesah lagi, karena enak sekali dan aku sudah siap meledakkan orgasmeku. Bu Endah menggosokkan buah dadanya ke mulutku yg langsung kontan saja aku sergap, dan putingnya kuhisap dan lLiahku berputar-putar di kacang keras itu.
Bu Endah merem melek dan kulit buah dadanya yg bening kelihatan garis-garis hijau biru halus dan meremang pori-porinya. Bu Ingit masih hanya memasukkan separuh kepala k0ntolku dan senut-senut kempotan bibir mulut memeknya hangat dan enak sekali. Aku rasanya mau gila karena kenapa dia tdk memasukkan semuanya, aku berusaha menaikkan pantatku tapi Bu Ingit selalu menjaga jaraknya. Kurang ajar, dalam hatiku dan aku rasanya mau menjerit tapi mulutku disumpal buah dada kenyal.
Kuku tajam jari Bu Dewi terasa mulai menggaruk di sekitar duburku dan buah zakarku, menambah kebinalan di dalam otakku yg sudah tak bisa berpikir lagi. Aku hanya terengah-engah dalam siksaan ketiga ibu-ibu sexy sintal ini. Bisa dibaygkan, tdk semua mereka telanjang bulat (aku juga) dan aku tdk bisa semauku. Keningku terlihat kencang mengejang dan urat-urat dahiku keluar semua. Aku menggeram,
“Ahh.. Ayo Buu.. aku pengen, tolong dong.. masukkin Bu..” Bu Endah menarik buah dadanya dan ia berlutut dan diturunkannya memeknya ke mulutku, aku tak berdaya dan bau harum aku rasakan keluar dan hawa panas hangat dari memeknya yg lembab.
Aku ulurkan keluar lLiahku dan kujilat-jilat, Bu Endah melenguh,
“Uuhh sedapnya,” dan pantatnya maju-mundur menggeruskan memeknya di atas mulutku.
Terus di gerus-geruskan bibir memeknya ke mulutku dan terasa cairan-cairan dari dalam memeknya meleleh masukk. LLiahku aktif menjilati lubangnya dan klitorisnya yg sebesar kacang ijo. Bu Dewi sih sebesar kacang merah nongol. Bu Ingit sementara hanya berputar di atas kepala k0ntolku. Telapak tangannya bertopang di atas pahaku dan sambil meraba-raba dengan halus. Gilaa.. pahaku digarisnya dengan kukunya yg panjang,
“Alamakk.. gelii Bu..”
Bu Dewi menungging dan merangkak ke dekat pantatku dan mulutnya mulai menjilat-jilat daerah yg digaruk-garuknya tadi, sekarang dijilatnya dengan lLiahnya yg hangat, dan buah zakarku dikulum-kulum seperti lagi makan cupacup dan dijilatnya pelan-pelan seperti orang makan biji salak. Akhirnya aku tdk kuat lagi dan pantatku kunaikkan, kakiku mengejang.
Bu Inggit terkejut dan cepat ia membenamkan k0ntolku dalam-dalam dan diputir-putirnya pantatnya sampai kandas dan seketika letupan orgasmeku membanjir deras di dalam memek Bu Inggit dan Bu Inggit sendiri menggarukkan klitorisnya di batangku dengan cepat dan pantatnya yg sintal berputar-putar, sebentar kemudian ia pun menahan jeritannya, “Ahh..” kemudian diangkatnya naik-turun, aku melihat bibir memeknya keluar-masuk merekah belah oleh batang k0ntolku yg basah mengkilap. Bulu kemaluannya basah kuyup dan bersatu.
“Uukhh.. Ahh..”
Bu Inggit kemudian bangkit dan “Plop,” bunyi waktu k0ntolku masih setengah tegang lepas dari genggaman erat memeknya.
Spermaku meleleh sepanjang pahanya yg putih. Bu Dewi masih di bawah situ mengecup buah zakarku dan tertetes-tetes di pipinya beberapa gumpalan spermaku. Kami terengah-engah semua dan aku merasa nikmat yg luar biassa.
Sepanjang beberapa jam itu aku gantian ditunggangi oleh Bu Endah kemudian terakhir Bu Dewi, karena dia nyonya rumah jadi terakhir. Aku sendiri di servis demikian merasa sesuatu pengalaman yg lain dari yg lain. Belum pernah aku dimanjakan oleh 3 wanita sekaligus begitu. Malam itu aku ketiduran di antara ketiganya dalam keadaan telanjang bulat. Baca Cerita Dewasa