Cerita Dewasa Pengacara dan Janda Muda |
Cerita Dewasa Pengacara dan Janda Muda - Mungkin cerita sex terbaru ini adalah cerita yg sudah umum terjadi dikala pengacara menjadi salah satu tempat untuk mengadu mencari keadilan, hubungan dekat pengacara dengan klien menjadikan asmara cinta tumbuh dan menjadi perselingkuhan.
Cerita Dewasa | Sebagai seorang yg menjalankan profesi advokat, berkomunikasi dan berdiskusi secara intens dengan klien merupakan suatu hal yg mutlak. Mengingat yg dilakukan advokat dalam mengurus perkara hukum kliennya adalah membela kepentingan-kepentingan hukum dari klien itu sendiri. Terkadang, dengan seringnya berkomunikasi dan berdiskusi tersebut, batas-batas kekakuan hubungan antara advokat dengan kliennya menjadi lumer bahkan menjadi tipis dan bisa jadi hubungan tersebut meningkat menjadi TTM (teman tapi mesra). Itulah, yg saat ini saya rasakan (alah mak !!).
Iin, nama panggilannya. Janda muda berusia 35 tahun, tanpa anak. Tingginya 168 cm dengan bobot BB yg cukup proposional. Bisa dikatakan sintal. Ya, S-I-N-T-A-L karena lekukan tubuhnya begitu aduhay. Kalau dia sedang berjalan, setiap pria yg melihatnya pasti akan memperhatikannya dengan seksama. Wajahnya ? standar orang Indonesia.
Mungkin jika dinilai masuk dalam kisaran nilai 8,5. Memandang bibirnya yg tipis cukup membuat kita ingin berlama-lama ngobrol dengannya.Yg lebih membuat menarik dan ini yg utama adalah warna kulit tubuhnya yg kuning langsat. Mulus, tanpa cela sedikitpun. Sempurna. Ini masih pula ditambah dengan ukuran buah dada yg enak dilihat. Tidak besar dan tidak kecil. 34 atau 32, tak tau lah, yg penting pas susunya ! mmmhhhhmmmm
Permasalahan hukum yg dihadapinya cukup pelik, rebutan harta warisan peninggalan almarhum suaminya. Rupanya, keluarga besar almarhum suaminya tidak rela jika rumah peninggalan almarhum dikuasi oleh Iin. Mereka berupaya melakukan terror-teror untuk mengusir Iin keluar dari rumahnya. Ini membuat Iin khawatir. Dia tidak mungkin keluar dari rumah yg selama ini ditempatinya karena cuma itu yg dipunyanya.
Pada mulanya, berhadapan dan berdiskusi dengan Iin biasa-biasa saja. Tidak ada nafsu shawat yg menyertainya. Pesona-pesona tubuh Iin yg terpancar sekedar menimbulkan kekaguman dalam hati saya. Tidak lebih tidak kurang. Uraian-uraian permasalahan yg disampaikan Iin cukup membuat saya menarik kesimpulan awal bahwa hak-hak Iin sebagai janda harus dibela. Beberapa hari setelah tanda tangan surat kuasa, langkah-langkah penyelesaian hukum segera saya susun dan diterapkan. Somasi segera saya laygkan ke keluarga besar almarhum suaminya Iin. Beberapa pertemuan saya dengan para ahli waris selalu dilaporkan ke Iin sebagai klien. Inilah wujud professional saya.
Hingga pada suatu saat, di rumahnya Iin. Saya mendapat informasi dari Iin bahwa ia tetap masih menerima telepon-telepon yg berisikan terror.
“Pak, saya bener-bener takut. Mereka selalu bilang kalau saya tidak berhak tinggal di rumah ini. Mereka ngancam kalau sampai akhir bulan ini tidak juga keluar, tungga aja akibatnya nanti,” curhat Iin lirih.
Sebentar-bentar ia mengadahkan wajahnya ke atas. Sepertinya berusaha menahan emosi kekesalan sekaligus ketakutannya.
“Mereka tega banget, pak,” tambahnya dengan suara pelan.
“Ya, sabar bu. Ini khan masih proses. Saya sudah kirim somasi plus ancaman tuk melaporkan mereka ke pihak berwajib jika mereka tetap melakukan terror.”
“Iya, pak. Saya agak tenang dengan adanya bapak,” ucapnya dengan nada datar.
Kemudian dengan diplomatis saya sampaikan langkah-langkah hukum yg telah dilakukan. Iin pun menanggapinnya dengan antusias. Ia pun menggeser duduknya mendekat ke saya. Ia ada disebelah kiri saya. Dalam posisi duduk yg bersampingan tersebut jelas memberikan saya keluasaan untuk mengekplorasi pesona keindahan dan kemulusan tubuhnya.
Disela-sela percakapan, tak henti-hentinya lirikan mata saya menyelusuri kemulusan tubuhnya yg saat itu dibalut kaos lengan pendek tanpa kerah berwarna merah muda dan celana panjang hitam. Eksplorasi yg tidak terencana, dimulai dari jari jemari tangannya yg lentik pelan-pelan berlanjut ke lengan, bahunya dan terus berlanjut ke lehernya. Di lehernya terbelit kalung emas tipis. Indahnya, begitu gumam saya dalam hati.
Tahap-tahap penyelesaian hukum semakin saya uraikan mendalam sambil memandang bibir merah yg dimilikinya, mulus pipinya, hidungnya dan kupingnya. Ternyata eksplorasi tersebut menimbulkan sensasi sensual ketika jari tangan Iin memainkan rambutnya. Memperlihatkan leher mulus Iin yg dipenuhi dengan helai-helaian halus anak rambut. Seketika terendus harum wangi rambutnya. Achhhhhhh
15, 20, 25 menit merupakan waktu yg nyaman bagi saya. Terbuai sudah pikiran saya dengan sensasi sensual yg tercipta tanpa disadari oleh Iin. Ingin saya nikmati lebih lama rasanya. Getar-getar syaraf ditubuh pun saya resapin dalam-dalam. Semakin diresapin ternyata gelombang syaraf tersebut bermuara diselangkangan. Muatan eletris yg menimbulkan denyut-denyut di urat kemaluan. Pelan tapi pasti batang kemaluan yg kenyal tersebut menjadi keras.
“Krrrrrriiiiiiiiiiiiing …… krrrrriiiiiiing … !”
“Ngg ….. pasti telepon terror nih,” ucap Iin sambil melihat ke arah sumber suara.
“Angkat aja dulu”
Telepon itu berbunyi lagi. Kriiiiiiiiinnnggggg
“Pasti terror,” terbersit sedikit kekhawatiran di wajah Iin. Ia berusaha untuk tidak menanggapi telepon tersebut.
“krrrrrrrrriiiiiiiiing”
“Angkat dulu aja, bu. Siapa tau bukan terror. Mungkin dari kenalan atau keluarga Ibu,” saran saya.
Terus terang, sungguh duduk bersandingan dengan Iin membuat diri saya risih dan khawatir. Risih dan kekhawatiran yg berpangkal pada ketidaksingkronan antara pikiran dengan batang kemaluan yg semakin mengeras
Dengan sedikit keengganan Iin pun beranjak dari sofa. Melangkah ke ruang makan dimana ia meletakkan pesawat telepon selama ini.
Pfuihhh ! saya pun menarik napas panjang. Lega. Dasar kemaluan laknat. Ini lagi kerja. Professional dong !. Malu khan kalau keliatan nonjol ! maki saya dalam hati. Dengan cepat tangan dingin saya menyelunsup masuk ke celana untuk membetulkan arah orbit batang kemaluan sialan ini. Hup ! horizontal sudah.
“Pak, kesini deh pak,” panggil Iin dari ruang makan.
Sigap saya langsung melangkah ke ruang makan. Sampai disana, terlihat Iin sedang berdiri didepan kulkas dengan gagang telepon di tangan kanannya,
“Bapak mau dengerin terornya mereka ? ini kakaknya yg paling tua nelepon”.
Sebagai kuasa hukum tentunya saya ingin mendengarkan terror tersebut secara langsung, sekedar untuk mengetahui bentuk terror dan apa keinginan sesungguhnya dari mereka selama ini. Saya pun langsung mengambil gagang telepon tersebut. Terdengar suara maki-makian diujung sana. Saya hanya mendengarkan dan melihat Iin menyondorkan kursi makan ke arah saya. Dengan isyarat tangan, saya bilang ingin duduk dekat meja makan. Saya duduk dikursi tersebut dengan Iin mengambil posisi berdiri disebelah saya. Bertumpu dengan kedua sikunya sementara salah satu tangannya menopang dagu.
Ia berusaha ikut mendengarkan isi telepon terror tersebut. Dalam posisi demikian, jelas wajahnya mendekat dan sangat dekat dengan wajah saya. Mulusnya, gumam dalam hati saya ketika melihat pinggang bawahnya yg terbuka. Bagian bawah kaosnya sedikit tertarik ke atas rupanya dan sedikit karet celana dalam coklatnya menyembul keluar seolah-olah menyapa saya. Hai ….
Maki-makian tersebut terdengar jelas ditelinga saya. Saya hanya diam dan sekali-kali melihat ke arah Iin. Saya isyaratkan apakah dia mau menanggapin telepon tersebut sambil menyondorkan gagang telepon ke arahnya. Iin mengangguk dan meraih gagang telepon. Karena panjang kabel telepon yg terbatas, mau tidak mau, ia pun lebih mendekatkan tubuhnya ke arah saya. Edan ! buah dadanya tersentuh lengan saya. Saya langsung bereaksi cepat menarik tangan seraya berdiri untuk menyilahkan Iin duduk di kursi saya.
“Mbak, kasihan dong sama Iin. Ini khan rumah peninggalan almarhum. Iin ini istrinya …”
Tidak tahu apa yg dibicarakan oleh si penelepon tersebut, tak lama saya mendengar isak tangis Iin. Sedikit menunduk sambil mengusap air mata Iin terus mendengarkan telepon tersebut. Saya yg berdiri tepat dibelakangnya tak kuasa untuk menghentikan isak tangis tersebut. Bingung apa yg harus dilakukan melihat perempuan menangis seperti itu. Tiba-tiba. Tangan saya bereaksi mengelus rambut kepalanya. Mengelus dan terus mengelus seakan-akan mengatakan,
“tenang bu Iin. Sabar”. Elusan dikepala seperti itu tampaknya berhasil menenangkannya.
Tak lama kemudian telepon tersebut ditutup oleh Iin. Merunduk sebentar dan kemudian berdiri menghadap saya. Menatap ke saya penuh harapan untuk dapat dibantu menyelesaikan masalahnya. Terlihat tetesan air mata di kelopak matanya. Kembali tangan saya bereaksi dengan lembut berusaha menghapus air mata tersebut. Emosi saya pun larut dalam suasana tersebut. Ibu jari tangan saya pun pelan-pelan menghapus linangan air mata yg mengalir di pipi Iin. Spontanitas, bibir saya mengecup pelan pada keningnya Iin.
“Sabar ya bu,” ucap saya.
Iin hanya menatap mata saya kemudian mengangguk pelan. Saat itu juga saya merasakan gemuruh yg hebat. Debar-debar dan detak jantung rasanya begitu cepat tidak seperti biasanya. Lalu, entah kenapa bibir saya berkeinginan mengecup bibir Iin. Sedikit menunduk sambil memajukan bibir. Dan berhasil.
Kecupan yg membuat saya sendiri kaget dan Iin pun terperanjat. Ketika Iin memalingkan muka, tangan saya spontanitas memegang wajahnya dan bibir itu saya kecup lagi. Sangat berhasrat sekali. Kecupan yg berawal lembut menjadi begitu penuh hasrat. Iin berusaha berontak tapi saya tahan kuat-kuat dengan mencengkram kedua lengannya dan lumatan bibir pun semakin kuat saya lakukan. Mencoba menerobos katupan bibir Iin. Dengan lidah saya sapu bibir tipis merah itu.
“pak …. Mhh …” rontaan Iin.
Ia berusaha menjauhkan bibirnya dari ganasnya lumatan bibir saya. Rupanya dia salah. Justru dengan dia membuka mulutnya membuat mulutku leluasa untuk melumatnya. Lumatan demi lumatan saya lakukan. Seluruh keinginan melumat saya salurkan sepuas-puasnya. Seperti kehausan rasaya. Manisnya air liur Iin pun bisa saya rasakan.
Kemudian bibir saya menghisap bibir bawah Iin Saya pejamkan mata untuk mematikan syaraf positif otak. Rasanya saya tidak peduli lagi dengan rontaan-rontaannya. Setiap saya merasakan sentakan reaksi untuk meronta atau menolak, seketika itu pula saya melawannya dengan sentakan otot-otot yg kuat. Saya buka bentangan kakinya dan lebih merapatkan pinggul saya ke pinggulnya untuk lebih mudah menundukkan. Memang akhirnya, Iin tidak bisa lagi beronta-ronta.
Sebentar-bentar saya julurkan lidah untuk mencoba masuk lebih dalam ke rongga mulutnya. Terus dan terus lidah saya mencoba mencari lidahnya. Disapunya rongga mulut itu untuk mencari apa yg diinginkan. Tektur giginya bisa saya rasakan dan dengan sedikit usaha, akhirnya lidah kami bertemu. Ternyata lidah Iin menyambut lidah saya. Permainan lembut lidah saya disambut baik. Lidah kami saling merespon. Iin tidak berontak lagi ! saya merasakan sedikit demi sedikit ia membalas lumatan saya.
Otot lengan Iin perlahan-lahan saya rasakan mengendur rasanya seperti berusaha rileks. Dapat dipastikan memang mengendur. Tangan saya yg semula memegang rapat lengannya perlahan-lahan juga melonggar. Dengan tetap melekat di sisi lengannya, tangan saya bergeser pelan-pelan. Ketika sudah yakin kalau Iin tidak lagi berontak, saya renggangkan sedikit jarak antara telapak tangan saya dengan permukaan kulit lengannya. Tidak untuk melepas tapi untuk merasakan kehalusan kulitnya. Dengan kuku secara lembut jari-jari saya menyelusuri kehalusan kulit Iin. Terus ke bawah hingga ke pergelangan tangannya. Setiap jari dan disetiap sela-selanya diselusuri pelan-pelan. Saya merasa Iin begitu rileks.
Sementara bibir kami terus bercumbu, ke dua tangan saya sudah bergeser ke paha samping Iin. Sedikit demi sedikit merayap ke arah pantatnya Iin. Mengusap lembut dengan gerakan memutar ke belakang pinggulnya dan mencengkramnya. Kedua tangan saya, masing-masing telah mencengkram belahan bongkahan bokong tersebut. Ini membuat Iin berreaksi. Mulutnya terbuka penuh tidak setengah-setengah lagi. Percumbuan kami pun semakin hebat. Karena perbandingan tinggi badan Iin yg cukup pendek dibandingkan dengan tinggi badan saya maka saya angkat pantatnya guna memudahkan melumat bibirnya. Iin sangat senang. Terbukti dengan lumatannya yg semakin intens, penuh gairah.
Tiba mata saya yg semula terpejam terbuka. Kesadaran otak dan kesadaran diri mulai menyandarkan saya. Bathin saya mengatakan ini tidak benar. Stop! … Saya membuka mata, tapi … kini saya melihat ekpresi Iin yg memejamkan matanya. Mulutnya setengah terbuka. Begitu jelas terlihat pesona bibir Iin yg sedang merekah. Ada kemilauan air ludah disekitar bibirnya. Sapuan warna merah lipstiknya sudah hilang berganti dengan warna natural bibir. Merah muda. Dalam kondisi basah demikian itu, pesona seksualnya jelas bertambah. Menggairahkan.
Iin melenguh pelan sambil mengadahkan wajahnya ke atas. Kenapa ? … rupanya itu adalah reaksi yg diberikannya ketika salah satu telapak tangan saya menempel dipunggungnya. Iin mendongakkan wajahnya ke atas dengan mata terpenjam sementara bibirnya terbuka. Sayup saya mendengar erangan pelan Iin,
”ooohhhhhh ….”. Tampak jelas oleh saya urat-urat halus hijau seputar lehernya yg putih dengan hiasan kalung tipis emas itu.
Bibir dan lidah saya pun bekerja kembali. Diciuminnya bagian tengah leher tersebut. Merayap pelan ke atas terus ke bawah. Balik lagi ke atas terus menyesuri bagian samping kanan leher Iin. Disitu lidah saya mengelitik terus mengelitiknya dan pada akhirnya menghisap lembut namun kuat.
“Pakkkkkkkkkkkkkk …” erangan Iin sambil mendekap tubuh saya.
Iin meresapi permainan lidah dan mulut saya. Respon yg harus dihargai. Gairah yg terbalaskan. Ini jelas butuh reaksi yg berlanjutan. Tanpa kata-kata, cumbuan dileher Iin terus saya lanjutkan.
Perlahan-lahan Iin saya turunkan. Posisi kami saling berhadapan rapat, kami saling menatap. Getaran-getaran sahwat menuntut lebih. Saya tidak tahu, apakah Iin merasakan apa yg saya rasakan tapi yg jelas Iin kembali memejamkan matanya dan membusungkan dadanya ke dada saya. Saya cium kedua pipinya yg halus lalu ke mulutnya. Kami bercumbu kembali. Tidak seperti awal tadi, hanya sebentar. Saya kelitikin telinga kanannya dengan lidah dan berkata,
“Bu Iin cantik”.
Kalimat yg terucap spontan dan dunia rasanya seperti berputar usai mengatakannya. Bibir saya menghujam kembali dibibirnya. Berpagutan dengan lembut dan tangan saya kembali berreaksi. Dengan jari-jari saya sibak bagian bawah kaosnya. Kedua telapak tangan saya menempel dipinggangnya.
Kini dengan kedua telapak tangan, saya dapat merasakan betapa halusnya kulit tubuh mulus itu. Seperti mengelus permukaan licin, saya sangat menghayatinya. Kehalusan itu ternyata itu tidak cukup menghentikan aksi saya. Merambat pelan ke atas, tangan saya pada akhirnya menemukan gundukan daging kenyal yg terbungkus. Tangan saya tidak langsung meremasnya tapi terlebih dahulu menyusuri pinggiran bawah BH itu. Bisa saya rasakan motif dari BH yg sedang dipakainya. Kasar. cerita sex
Saya usaikan cumbuan kami. Puas rasanya mencumbu bibir tipis itu. Saya dorong tubuh Iin ke belakang dan langsung menempelkan tubuh saya ke tubuhnya. Kini Iin terhimpit antara lemari makan dengan tubuh saya. Jari tangan saya bereaksi lebih lanjut. Kali ini meremas dan terus meremas. Dengan kedua ibu jari yg telah menyelusup ke dalam kutang, saya merasakan sesuatu. Pentil buah dada!. Saya pilin-pilin pelan dan Iin pun kembali mendesah, “aaacchh”. Cumbuan kami terus berlanjut tapi tidak lagi beraturan. Sebentar ke pipi, ke kuping dan ke leher. Iin pun terus mendesah.
Penuh keyakinan saya angkat kaosnya melewati dada, kepala dan tangannya. Dari pinggang ke atas, tubuh Iin telah terbuka. Kami bercumbu kembali. Saya tumpahkan seluruh hasrat dan nafsu yg ada. Sungguh gerakan saya sudah sporadis, tidak beraturan lagi. Dimana saya merasakan kehalusan kulit tubuhnya Iin, disitulah cumbuan saya mendarat.
Tangan Iin yg bergelantungan di leher saya kini pelan-pelan mendekap tubuh saya. Ditempelkan kepalanya dIinda saya yg masih tertutup kemeja putih. Ia menggesek-mengesekkan mulutnya dan saya tahu apa yg seharusnya saya lakukan. Pelan-pelan saya jatuhkan tubuhnya ke lantai. Birahi saya tidak tertahankan lagi pastinya melihat tubuh yg indah mulus berbaring dilantai. Kami saling menatap dan saya melihat kedipan mata Iin yg mengijinkan untuk meneruskan apa yg saya inginkan.
Bergegas saya membuka kancing kemeja dan melepaskan kaos dalam. Ya pori-pori kulit dada saya juga ingin merasakan kulit yg kuning langsat dan mulus itu. Saya dekatkan dan saya tempelkan dada ini kedadanya. Meresap dan semakin meresap saya merasakannya. Usai itu, saya langsung menciumin permukaan buah dadanya. Urat-urat di kulit payudara tersebut menambah pesona yg tak terelakkan. Hangat dan menggairahkan. Dengan gerakan jari, saya turunkan tali BH coklatnya melewati pundak.
Sambil menggeliat, Iin membantu saya membuka BH tersebut. Ia mengerti kalau tali BH itu akan mengganggu aktifitas sex saya. Oooohh ….. buah dada yg membulat dihiasi pentil merah muda mengeras. Terpuaskan sudah mata saya memandang keindahan buah dadanya. Kekenyalan yg membuat saya terus menerus menciumnya. Saya gunakan lidah untuk menciptakan sensasi yg merangsang. Dengan lembut saya gigit permukaan kulit atas dekat pentil yg kuning langsat mulus tersebut. Tidak hanya satu sisi. Kedua-duanya saling bergantian saya kecup, hisap dan menggigitnya.
Tangan saya pun terus ke bawah untuk membuka celana panjang hitam yg dikenakan. Saya menginginkan kemulusan pahanya. Usaha membuka serta melorotkan celana panjang hitam tersebut berjalan cepat dan tangan saya telah menemukan kehalusan itu. Sungguh halus kulit paha itu. Mengusap bagian luar paha sementara mulut saya terus bekerja di area dada membuat Iin mendesah dan terus mendesah. Gairah kami terus meningkat, tidak lagi ada kepedulian diantara kami mengenai ruangan. Disela-sela kaki meja makan dan diantara kulkas, kami bergumul.
Iin tampaknya benar-benar sudah pasrah dan mengikhlaskan tubuhnya untuk disetubuhin dengan saya. Diiringin dengan desahan yg terkadang panjang dan pendek, sebentar-bentar tubuhnya menggeliat serta mengejang. Keringat telah membasahi tubuhnya itu. Tapak-tapak merah dibeberapa bagian kulitnya yg kuning langsat begitu jelas terlihat. Gerakan seksualnya sungguh bervariasi, dalam posisi miring berhadapan dipegangnya kepala saya untuk diarahkan ke buah dadanya lalu sebentar kemudian menarik pantat saya untuk lebih merapatkan tubuh saya dengan tubuhnya.
Tak segan-segan ia meraih tangan saya untuk meminta buah dadanya diremas mesra kembali. Jika sudah seperti itu, usai meremas buah dadanya, saya mengarahkan jari telunjuk ke mulutnya. Ia pun menghisapnya. Bibingan yg menyenangkan.
Stop, Jangan diteruskan lagi. Ingat, kamu ini advokat. Dia itu klien kamu. Saya terdiam sesaat. Gamang. Teruskan, Ayooo. Lihat dia sudah berbaring terlentang. Ya, saya memang melihatnya terlentang. Tampak payudaranya yg membulat turun naik seiring dengan desah nafasnya. Terlihat puting merah muda itu berkemilau basah oleh liur saya.
Tidak, jangan diteruskan. Itu DOSA ! kuping saya begitu panas mendengarnya. Denyutan di kepala saya begitu terasa. Saya mengejamkan mata sambil mengatur napas. Ya. Ini harus dihentikan. HARUS. Tidak ! Kamu pikir yg kamu lakukan sejak tadi bukannya dosa, Hah ! Lihat … kakinya mengangkang terbuka. Ia masih menginginkan. Saya tatap gelagat yg terlihat. Gila !! tangannya Iin bergerak-gerak dipinggiran selangkangannya.
Sesaat kemudian, mengusap-usap pelan ke arah memeknya yg masih terbungkus celana dalam coklat tipis. Saya terpana. Bagian memek celana dalam itu tampaknya sudah basah. Gumpalan hitam ditengah selangkanganya tercetak jelas. Ini memang belum berakhir. Harus dituntaskan.
Perlahan-lahan saya merunduk mencium pusar Iin. Lidah saya bermain disitu, dengan gerakan spiral ke arah luar, semakin lama area kecupan, gelitikan lidah dan gigitan lembut saya makin melebar. Perut yg rata, halus dan licin itu memudahkan saya untuk berulang-ulang melakukannya. Saya berinisiatif untuk menggesek-gesekkannya pelan dengan bulu-bulu jenggot yg baru tumbuh. Tentunya ini akan membuat sensasi geli bagi yg merasakannya.
Gairah birahi kembali memenuhi syaraf-syaraf tubuh saya. Konsentrasi untuk menuntaskan nafsu seks telah memenuhi otak saya. Jari jemari tangan saya pelan-pelan bergeser mencapai pinggiran samping bawah celana dalam itu dan dengan cekatan menyusup ke pinggiran atasnya. Cepat dan sedikit kasar saya menarik celana dalam tersebut keluar dari kaki jenjang itu.
Achhhhhhhh, ada kepuasan bathin tersendiri ketika saya mengangkat dengkul dan merengkangkan kaki Iin itu. Terpangpang jelas area memek yg dihiasi bulu jembut. Bulu yg menutupin memek itu sudah basah. Jangan langsung tancap. Begitu suara yg jelas saya dengar menyarankannya. Mainkan dulu. Biar dia benar – benar terangsang. Setan telah menang mutlak atas otak saya. Saya tak kuasa lagi menahan nafsu ini.
Saya memang tidak langsung mengarahkan bibir ke memek itu. Saya beringsut mundur. Pelan, saya tarik kedua kakinya lurus. Diujung kaki kiri Iin, saya mencoba membangkitkan gairah liar Iin. Dimulai dari ibu jari kakinya, saya kulum pelan-pelan. Saya merasakan Iin tersentak. Berhasil. Iin sedikit menarik kakinya. Lembut, saya tarik lagi kakinya dan mencium punggung kaki itu sementara tangan kanan saya telah jauh memijat betis hingga belakang dengkul kaki kanan Iin. Saya jilatin paha kanan bagian dalam jengkal demi jengkal. Terus ke atas sampai pada pertemuan pangkal paha.
Iin memegang dan menekan kepala saya.
“Sssssss ….” Rintihan Iin saya dengar ketika klitoris itu saya cium. Klitoris itu mengeras sejak tadi. Saya tidak mencium bau yg tidak enak. Ini artinya Iin pintar merawat memek miliknya.
Iin terus menggerakkan pantatnya. Berulang-ulang tangannya menekan kepala saya. Ia tidak ingin saya menghentikan jilatan-jilatan yg saya lakukan. Sesungguhnya dengan gerakan erotis seperti memutar pinggul tersebut, terkadang divariasikan dengan gerakan seperti menabrakkan memeknya ke mulut, saya sedikit kewalahan namun demi kepuasannya, saya terus melakukannya. Selain menjilat, terkadang saya berusaha menggigit kecil klitoris itu. Entah karena cairan kewanitaannya atau karena air liur saya, area memek itu telah basah kuyup. Kedutan-kedutan otot memeknya terlihat jelas.
Di antara kedua pahanya, dengan duduk bersimpuh, saya menegakkan tubuh. Entah sudah berapa lama saya berusaha merangsang Iin. Saya melihat Iin memalingkan wajahnya sambil menggigit jari telunjuk kanannya. Tidak sia-sia saya merangsangnya habis-habisan. Rona-rona merah diwajahnya menandakan dia terangsang berat. Saya melihat kucuran keringat mengalir di pipinya. Rangsangan demi rangsangan yg dirasakannya telah membuat tubuhnya sangat hangat. Saya perjelas penglihatan dengan mendekatkan wajah ke wajahnya. Saya kecup mesra pipinya dan berkata lembut, “Saya teruskan ya bu”. Iin hanya mengangguk pelan. Pandangannya begitu sayu.
Saya telungkupkan tubuh Iin. Mengamati punggungnya mempesonakan bagi saya. Keringat telah membasahi punggungnya. Telapak tangan saya pelan-pelan mengusap keringat itu. Mungkin gerakan mengusap itu dirasakan Iin seperti memijat. Iin begitu rileks. Tak perlu lama-lama, saya langsung mengendus-enduskan nafas di punggungnya itu. Mulai dari tengkuk leher pelan merambat ke bawah. Mengikuti alur tulang punggungnya sampai ke tulang ekornya. Bongkahan pantat yg bersih, mulus dan kuning langsat itu sungguh menggemaskan.
Saya berbaring menimpa tubuh ke tubuh belakangnya. Dalam satu gerakan saya meraih tubuh Iin. Saya palingkan wajahnya menghadap ke wajah saya untuk memudahkan melumat bibirnya. Sementara tangan kiri menahan wajah Iin agar lumatan kami terus dilakukan, tangan kanan saya leluasa meluncur ke selangkangannya. Tetap membelai bulu-bulu jembut itu, saya mengerahkan segenap jari tangan meraih memek. Iin paham apa yg saya inginkan. Ia membuka lebar-lebar pahanya.
“Ngghh … ngghh … nggh …”, rintihan kenikmatan Iin menyambutnya ketika jari tengah saya berhasil masuk ke lubang memeknya.
Lendir yg membasahi memek itu membuat jari tengah saya bisa langsung masuk tanpa halangan berarti. Dengan gerak memutar ke atas dinding dalam memek Iin, jari tengah saya mencari titik g-spot. Sebentar keluar sebentar kemudian masuk lagi dan memutar kembali hingga suatu ketika Iin semakin bernafsu mengulum bibir saya. Ketika g-spot yg saya cari berhasil dIinpatkan, dia menggigit kecil bibir bawah saya.
“Pakkkkk ….”, mengerang panjang sambil melentingkan tubuhnya, mengejang sesaat kemudian Iin terkulai jatuh lemas ke lantai. Iin telah mencapai orgasme total.
Show time !!! reaksi saya langsung cepat. Terburu-buru saya membuka kepala ikat pinggang dan membuka resleting celana. Saya pelorotkan celana panjang berikut celana dalamnya melewati kaki. Saya ingin total menyetubuhinnya. Saya raih kaki Iin sekaligus merenggangkannya. Lubang memek itu sudah siap menanti kerasnya batang kemaluan saya. Urat kemaluan yg membesar seiring kerasnya otot kemaluan membuat batang kemaluan saya seperti mengangguk-angguk tatkala ditempelkan dan diusap-usap memutar ke tengah bibir memek itu.
Memek itu merespon dengan membuka, menelan lalu perlahan-lahan menyedotnya dengan baik. Sensasi yg luar biasa. Saya tidak langsung mengenjotnya. Saya biarkan otot-otot memek memijat batang kemaluan. Saya tatap tajam matanya Iin. Iin tidak membalas tatapan saya tersebut. Ia hanya memejamkan matanya. Saya tidak peduli, apakah artinya suka atau tidak. Komentar saya cuma satu, PEDULI SETAN!!!
Saya raih jemari tangan Iin dan mengangkat hingga sejajar dengan kepalanya. Kembali saya lumat bibirnya. Ganas penuh nafsu. Kaki Iin yg semula menekuk mulai lurus. Gaya lawas, misionaris yg menggetarkan. Ini jelas berakibat hebat pada otot batang kemaluan saya. Saya merasakan otot memeknya rapat mencengkram. Uuuuuuuu! Erangan saya memulai genjotan batang kemaluan dimemeknya.
Pelan, pelan dan pelan saya menggenjotnya. Mengandalkan gerakan pantat bukan pinggul, karena dengan begitu saya dapat memutar batang kemaluan dIinlam sana. Berulang-ulang kali Iin mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya juga. Kakinya mulai menjepit belakang kaki saya tapi kemudian melingkar dipinggang saya. Ia memeluk tubuh saya erat-erat. Semakin erat ia memeluk semakin cepat dan keras saya memompanya. Napas kami berderu-deru mengimbangi bunyi yg timbul dari keluar masuknya batang kemaluan saya di lobang memek itu.
Frekuensi gelombang birahi diantara kami telah sama. Syarat-syarat tubuh kami telah terkoneksi sama, menuntut penuntasan yg seharusnya. Pada akhirnya titik klimaks itu tercapai juga.
“Pakkkkkkk … nggg …. Paaaaakkkkkkk,” Kepalanya mengeleng-geleng kiri – kanan.
Iin melengkung tubuhnya dengan begitu hebatnya.
“sssssss ….” desahnya dan ia langsung melumat bibir saya. Ia telah mencapai orgamesme untuk kesekian kalinya.
Namun demikian, ia tidak menghentikan aktifitas seksualnya begitu saja. Mungkin ia paham bahwa saya belum mencapai titik klimaks. Pinggulnya digerak-geraknya maju mundur. Ia ingin membantu saya meraih titik klimaks itu.
“hu .. hu .. hu …” sebentar-bentar ia melumat bibir saya.
Kini, tak hanya dengan pinggulnya saja, dengan kedua tangan yg mencengkram pantat saya, Ia membantu gerakan pompaan yg saya lakukan. Tak ayal, jelas membuat saya makin bernafsu dan bersemangat untuk mempercepat pompaan batang kelamin di memeknya. Dan lima menit kemudian ……
“Creeet … creeeet …..creeet!” mengalir sudah cairan kenikmatan saya di lubang memek tersebut. Cairan itu memenuhi dinding dalam dan luar memek Iin.
Dengan pandangan masih berkunang-kunang, tubuh saya limbung di atas tubuh telanjang Iin. Terdengar jelas hembusan nafas kami berdua berangsur-angsur tenang seiring dengan bangkitnya perlahan-lahan kesadaran akal dan pikiran. Usai itu, tanpa berbicara sepatah kata pun, saya bangkit berdiri dan bergegas berpakaian. Tanpa memandang sedikitpun ke Iin, saya melangkah ke ruang tamu dan duduk di sofa. Gila !! apa yg saya lakukan tadi ? renung saya. Saya nyalakan sebatang rokok dan menghembuskan asapnya pelan-pelan. Buangnya dIinlam lagi … Tolol !!! maki saya.
Tak lama kemudian Iin datang menghampiri saya yg masih duduk termenung. Sambil berdiri, dengan sedikit tersenyum, dibenturkannya pelan dengkulnya dengan dengkul saya,
“susah yach jadi perempuan”.
Sampai disini cerita Panas kami kali ini, nantikan cerita kami yg lain yg lebih menarik. Baca Cerita Dewasa Disini...